Connect with us

Muda & Gembira

Tak Sekadar Move On, Ketika Tak Bersama Lagi Kamu Harus Move Up

Published

on

Merasakan kehadiran seseorang yang kita kagumi, sayangi, dan kita cintai merupakan anugerah terindah dalam hidup kita. Kita dapat menghidupkan waktu agar seolah lebih gesit dalam berjalan.

Tak terasa semalaman berbicara dengannya seperti baru satu jam. Percakapan asyik membuat satu sama lain tumbuh dan optimis dalam memandang masa depan.

Akan tetapi, harga dari sebuah keakraban yang intim adalah kekecewaan yang mendekap erat ketika keintiman tersebut harus perlahan pergi. Hal tersebut sangatlah logis, setiap harap memiliki resiko kecewa, berbanding lurus dengan tingkat pengharapan itu sendiri.

Agar duniamu tak berbalik arah dan tak ada kata salah untuk Tuhan, mari kita bentangkan pikiran. Untuk tidak sekadar berlalu, tapi menatap maju dan mendapat yang lebih baik dari yang dulu.

Terkapar Boleh , Tapi Sebentar Saja, Jangan Lama-Lama

Kita boleh berhenti sejenak dari padatnya aktivitas untuk bernostalgia. Akan tetapi, kita perlu menyadari waktu tak pernah mau menunggu dan tak mau berputar kembali. Tak peduli apa yang kita rasa, waktu akan terus berjalan dan bergulir maju.

Kita perlu menyadari, bahwa kenangan memang tempat yang menyenangkan untuk dikenang, tapi bukan tempat yang baik untuk ditinggali. Kita harus mau mengakui, bahwa bangkit dan beranjak pergi, akan lebih baik dari terkapar dan meratapi.

Setiap yang Berlalu adalah Proses Pendewasaan Diri, Belajarlah Memaafkan Dimulai dari Diri Sendiri

Mungkin kita pernah menjadi orang yang keras kepala dan tak mau tahu tentang perasaan sesama, bahkan perasaan kekasih kita. Kita terlalu asyik dengan dunia sendiri, mengangan sesuatu tanpa mempertimbangkan keuntungan berdua. Mungkin pula, kita pernah mengada sebab hanya untuk memperbesar masalah yang sepele karena kekhawatiran kita.

Kadang, kita tak bisa melangkah dengan ringan, bukan karena kita masih cinta, tapi karena kita masih ingat tentang luka yang kita buat ketika besama. Maafkanlah diri kita, mulai detik di saat kita telah merenungi semuanya, kita mesti berjanji, belajar melatih mengolah rasa, agar kelak ketika kita telah berdua dengan yang baru, kita tak melakukan kesalahan yang sama.

Selanjutnya, Gunakan Diksi yang Manusiawi

Bilapun mantan memberi andil melukai kita dengan kesalahannya, tetap gunakan diksi yang manusiawi untuknya. Jangan bandingkan ia dengan barang bekas, tak perlulah berkoar di media bahwa barang bekas bisa diperoleh siapa saja.

Meski masih sakit, mantan lebih tepat diibaratkan seperti buku yang telah habis kita baca, hanya tidak sesuai saja dengan topik yang akan kita tulis. Atau imajinasikan mantan sebagai alumni hati, yang bisa saja suatu saat bertemu untuk tertawa bersama mengenang masa muda yang menggelikan. Dengan menganti diksi sebenarnya kita juga sedang belajar untuk memaafkan, karena diksi mempengaruhi pola pikir kita.

Bukankah Tuhan Maha Baik, Sesuatu yang Pergi, Hanya akan Diberi Ganti?

Bila dengan mantan saja tidak perlu ada acara memaki, apalagi dengan Sang Penguasa hati. Di pisahkannya kita dengan kekasih hati, mungkin agar kita mulai mau dan merenungi kembali. Mungkin selama ini, kita memang bersama sang baik hati yang membuat kita tertawa setiap hari, tapi kita lupa pada Sang Penguasa hati, yang menciptakan kebahagiaan sejati.

Dengan ini, mungkin Ia ingin kita kembali mendekap, erat dan lebih lekat, lewat doa dan air mata tulus seorang abdi. Hingga suatu saat nanti, Tuhan kembali percaya, menitipkan seseorang yang lebih baik dan membaikkan hubungan kita, tidak hanya di mata orang, tapi di mata Tuhan.

 Mungkin Pula, Sendiri Sementara Waktu adalah Cara Tuhan agar Kita Kembali Mencipta Tawa bersama Keluarga dan Sahabat Tercinta

Jika mau mendengar sedikit kata hati, bisa jadi selama dengannya, kita lupa diri. Sahabat dan keluarga lebih banyak berjasa pada kita, mungkin malah jadi terabaikan saat kita bersamanya.

Kita lupa mengimbangkan waktu dan kebersamaan. Sendiri, harusnya menjadi waktu instropeksi. Selanjutnya, memberikan kemesraan dan romantika pada keluarga dan sahabat yang selama ini menemani. Dengan hal yang paling kecil, paling sederhana, bisa dengan mengajak makan bersama dan kembali mencipta tawa.

Perlakuan dan kepercayaan yang baik akan memberikan peluang kita untuk didekatkan pada kebaikan oleh Tuhan. Bila hal-hal yang di atas sudah dilakukan tinggal menunggu keajaiban. Tidakkah Tuhan iba, melihat mahluk manisnya bermanis diri? ^_^

Dyah Prabaningrum

Rahmat Petuguran adalah pemimpin redaksi PORTALSEMARANG.COM. Selain aktif di dunia jurnalistik, ia juga aktif menjadi peneliti bahasa. Sebagai peneliti bahasa ia menekuni kajian sosiolinguistik dan analisis wacana. Kini sedang melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) Universitas Gadjah Mada.

Continue Reading
1 Comment

1 Comment

  1. My My

    May 22, 2015 at 7:31 am

    All right, Hal terindah dalam move on adalah tidak sekedar pendewasaan diri tapi juga perbaikan diri, by the time Tuhan pasti akan memberikan cinta terbaik-NYA melalui seseorang yang menyempurnakan hidup kita 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending