Connect with us

Kolom

Menggali  Feminisme Nusantara melalui Lensa Gadis Kretek

Published

on

“Perempuan itu tidak boleh masuk kedalam ruang khusus untuk mengolah saus rokok. Gak ilok. Rasa rokoknya bisa berubah menjadi masam”. Demikian celetukan seorang tokoh dalam serial Gadis Kretek yang mempercayai mitos bahwa dalam meracik saus kretek, haruslah laki-laki dan bukan perempuan. Tapi, mitos apa, sih yang mendasari hal tersebut? Dan apa korelasinya dengan mitos perempuan yang berada dalam industri kretek? , Mari kita gali secara bertahap, ya!

Bermula dari beberapa abad yang lalu, dikisahkan dalam Babad Tanah Jawa telah dikenal perempuan tangguh yang dapat meruntuhkan dominasi patriarki di industri  kretek, yaitu Roro Mendut. Ia merupakan representasi dari perlawanan perempuan Jawa yang berhasil membayar kebebasannya dengan kretek olahannya. Roro mendut sendiri menjadikan tembakau sebagai wadah untuk merepresentasikan dirinya sebagai perempuan yang mampu berdikari dan bukan sebagai perempuan tawanan dari penguasa masa lampau. Ratusan tahun telah  berlalu, namun cerita mengenai ketangguhan dari tokoh perempuan ini tetap melekat di dalam memori kolektif warga Indonesia.  

Sejalan dengan tokoh perempuan dalam serial Gadis Kretek yang lahir dari imajinasi Ratih Kumala sebagai penulis naskah, serial ini juga menuai banyak perhatian dari publik karena penggambaran ceritanya yang cenderung tindak enteng atau mencerminkan realitas sosial di masyarakat. Sederhananya, tokoh perempuan dalam serial ini, digambarkan sebagai perempuan yang tangguh karena dihadapkan pada stigma masyarakat pada tahun 1964 terhadap konsepsi rokok kretek. Stigma-stigma patriarkis pada tahun 1964 tersebut, menghantui masyarakat sekitar pada jaman itu. Alhasil, stigma yang berkembang di masyarakat itu, menjadikan tokoh perempuan dalam serial tersebut menjadi tidak bebas, lantaran  mitos yang membelenggunya. Dalam kenyataannya, perempuan hanya dijadikan sebagai objek dan tidak diperkenankan untuk meracik tembakau untuk rokok, karena nantinya rasa dari rokok tersebut akan menjadi masam dan tidak layak untuk dikonsumsi. Asumsi-asumsi yang tergolong doktrinal tersebut hanyalan mitos semata. Faktanya, tokoh perempuan dalam serial tersebut berhasil meracik saus kretek yang kualitasnya diakui oleh ayahnya sendiri, yaitu Idroes yang merupakan pebisnis besar dari industri rokok kretek.

Terdapat hal lain yang menjadikan serial ini layak untuk digali lebih lanjut adalah karena penulisnya menyoroti perjuangan perempuan dalam meruntuhkan dominasi patriarki dan juga adanya penggambaran mitos-mitos perempuan dalam industri rokok kretek sebagai penggambaran realitasnya. Serial Gadis Kretek tentunya merupakan alegori yang menarik untuk pergerakan perempuan dan feminsime karena menggunakan serial sebagai penggambaran dari perjuangan perempuan. Terdapat scene dalam serial tersebut yang menurut saya sangat menggambarkan mitos perempuan dalam industri rokok kretek, yaitu tokoh perempuan yang sangat ingin masuk ke dalam ruangan racik saus Pabrik Merdeka, tetapi dilarang oleh Pak Dibjo yang merupakan peracik saus kretek Pabrik Merdeka. Pada saat tokoh perempuan tersebut berhasil masuk ke dalam ruangan saus kretek tersebut, Pak Dibjo mengetahuinya dan langsung mencerca tokoh perempuan tersebut dengan menggunakan stigma patriarki, ia mengatakan “jangan salahkan saya, jika kretek kita masam karena bau perempuan.”

Adegan yang terdapat dalam serial Gadis Kretek ini dapat dikatakan sebagai representasi dari perlawanan mitos perempuan sebagai peracik saus kretek, karena dalam interpretasinya, rokok dikatakan sebagai manifestasi dari mimpi tokoh perempuan untuk bebas dari mitos yang membelenggunya, yaitu sebagai perempuan yang dapat diterima di masyarakat. Sedangkan Pabrik Merdeka merupakan lambang semiotis dari masyarakat, dan Pak Dibjo adalah manifestasi dari patriarkisme. Serial Gadis Kretek mengandung banyak nilai positif untuk pergerakan dari kaum perempuan yang sepatutnya direfleksikan di Indonesia pada masa kini. Karena dalam realistanya, masih banyak perempuan yang mendapat stigma buruk ketika dihubungkan dengan rokok. Misalnya seperti, jika perempuan merokok, ia akan dianalogikan sebagai perempuan yang tidak baik (buruk).

Dapat dipahami bahwa serial Gadis Kretek menggiring pembaca dan penoton pada penggalian jejak keberadaan industri kretek rumahan yang tersebar, terutama yang berada di Pulau Jawa. Citarasa yang khas dari perpaduan tembakau dan cengkih, menjadikan setiap adegan dalam serial tersebut memiliki moral value yang pas dalam pergerakan untuk perempuan (feminism movement).

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending