Connect with us

Tiap pergi ke luar kota, saya merasa perlu ngabari teman lama yang tinggal di kota itu. Teman itu biasanya saya ajak ketemuan. Kalau memungkinkan, saya main dan bermalam di rumahnya.

Dulu, ini adalah strategi untuk menghemat ongkos perjalanan. Hahaha (makan dan nginep gratis, cuy!). Tapi sekarang kebiasaan itu lebih ,terasa sebagai kebutuhan sosial dan rohani.

Mampir ke rumah teman adalah kesempatan yang memungkinkan saya mengenalinya dengan lebih baik. Di rumahnya saya kan bertemu keluarganya, melihat lingkungan tumbuhnya, juga mengenali jati diri yang tak dibawanya saat di perantauan.

Rumah sendiri, menurut saya, adalah identitas yang amat kompleks. Di rumah saya bisa menemukan aneka tanda yang menjelaskan dengan sangat baik karakter dan dunia batin penghuninya.

Melalui foto di dinding, misalnya, saya bisa membaca risalah perjalanan hidupnya, impian yang telah diwujudkannya, juga ikatan batin antara dia dengan keluarganya.

Melalui desain rumah, interior, dan pilihan perabotnya saya bisa mengnali perubahan selera estetisnya.

Adapun melalui buku-bukunya saya bisa baca topik-topik yang menarik baginya.

Selain membuat saya bisa mengenal seseorang lebih dalam, mengunjungi rumah teman adalah perkara yang membawa kegembiraan.

Di rumah, seseorang cenderung merasa nyaman sehingga bisa menyatakan diri secara leluasa. Rasa nyaman itulah yang membuatnya bisa berbicara dengan purna, menceritakan pengalaman, kegundahan, dan kekonyolan yang mustahil ia nyatakan di tempat publik.

Dengan seperti itulah, saya merasa bisa terhubungan dengan dia sebagai sesama manusia.

Agama yang saya anut sangat menganurkan menjaga silaturahmi. Orang tua saya juga mengajarkan hal itu. Karena itulah, mampir ke rumah teman lebih dari sekadar seru-seruan.

Silaturahmi, dalam terminologi agama, membuat usia seseorang menjadi panjang. Adapaun dalam ajaran orang tua, silaturahmi adalah pembuka bagi jalannya rizki.

Lebih dari itu, berbincang dengan teman membuat tubuh dan pikiran terasa lebih segar. Kegembiraan dan rasa nyaman yang ditimbulkannya membuat amigdala bekerja lebih prima.
Itulah persepsi saya terhadap teman dan pertemanan.

Saat masih kuliah, dulu saya bercita-cita punya mantan pacar di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Tapi cita-cita itu mustahil saya wujudkan karena ada kodes setia tertanam dalam DNA. (wkwkwk…).

Karena itulah, cita-cita itu sekarang saya ubah: punya sahabat baik di 35 kabupaten/kota. Karena jejaring persahabatan makin luas, cita-cita itu mungkin akan kembali saya revisi: punya sahabat di 34 provinsi. Hehe.

Rahmat Petuguran

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending