Connect with us
Manusia tercipta untuk saling terhubung. Itulah pernyataan Daniel Goleman pada bab paling awal buku Social Intelegence: Ilmu Baru tentang Hubungan Antarmanusia karyanya. Dengan pendekatan neurologis ia menunjukkan bahwa manusia tercipa untuk terhubung satu dengan lainya.
 
Hubungan antarotak manusia itu paling terasa ketika kita bertemu seseorang. Jika menemui orang yang sedang ceria, kita tersugesti untuk turut merasa ceria.
 
Sebaliknya, saat bertemu dengan orang yang kesal atau marah, gema kemarahan atau kekesalan akan segera sampai di otak kita. Kemarah satu orang bahkan dapat dirasakan oleh banyak orang di ruangan yang sama.
 
Gejala-gejala seperti itu, menurut Goleman terjadi karena ada proses neurologis. Goleman menyebut, dalam otak manusia ada bagian yang disebut amigdala. Bagian berbentuk almon ini bertugas membaca respon rasa yang menangkap pesan nonverbal seperti nada, perubahan gestur yang tiba-tiba, sikap permusuhan dan lain sebaginya. Amigdala bekerja di luar kendali kesadaran, bekerja dalam hitungan mikrodetik. Sangat singkat.
 
Goleman membagi secara biner cara manusia merespon sesuatu di sekitarnya dengan sebutan jalan rendah dan jalan tinggi. Pada jalan rendah manusia membaca segala sesuatu yang berkitan dengan rasa, seperti suasana, keharuan, keceriaan dan lain sebaginya. Adapun jalan tinggi merespon sesuatu secara rasional dengan mempertimbangkan untung rugi.
Kedua hal ituah yang membuat seseorang, sekalipun tanpa dikehendakinya, selalu berusaha merespon sesuatu yang ada di sekitarnya.
 
Dan salah satu respon yang paling menarik adalah respon ketika manusia berhadapan dengan manusia lain. Tentu saja terlalu banyak kemungkinan untuk respon-respon itu, tetapi mencermati beberapa contohnya akan memberikan gambaran yang lebih dalam.
 
Sebelum menulis buku ini Goleman dikenal berkat dua buku terdahulunya yang laris di pasaran, yaitu Emotional Intellegence dan Working with Emotional Intellegence. Ia menyelesaikan pendidikan doctor (PhD) di Harvard University. Selama dua belas tahun ia menulis tentang otak dan perilaku manusia di salah satu koran ternama di Amerika, New York Times.
 
Dengan latar belakang itu, Goleman meyakinkan pembacanya bahwa analisisnya mengani kecerdasan sosial adalah penjelasan yang saintifik. Terlebih, data yang digunaknnya sebagian besar memang diambil dari hasil penelitian. Dengan data itu, Goleman menyusun definisi baru tentang kecerdasan sosial, setidaknya dari aspek neurologi.
 
Bagi saya pribadi, buku ini penting untuk memahami bagaimana bisa dan terbiasa saling terhubung satu sama lain. Hubungan antarmanusia tidak hanya ditentukan oleh ikatan sosial dalam bentuk rasa saling membutuhkan. Lebih dari itu, terdapat skema biologis yang memperlihatkan kecenderungan bahwa manusia merasa lebih baik jika bersama manusia lain.
 
Dikatakan Goleman, respon kita terhadap orang lain dan orang lain terhadap kita, dipengaruhi oleh aktivitas biologis. Ada aktivitas biologis seperti dihasilkannya hormone tertentu dalam tubuh sehingga ketika terhubung dengan orang lain, otak kita bisa mendeteksinya. Buktinya, meskipun bertemu untuk pertama kalinya, orang punya kecenderungan untuk mengenali satu sama lain. Sebagian hasil pembacaan intuitif itu, pada kemudian hari, terbukti benar.
 
Misalnya, pada halamn 15, ia menyebut ada seorang perempuan yang bertemu teman laki-lakinya. Saat pertama kali bertemu, ia merasa bahwa “Ada sesuatu tentang dirinya yang membuatku merasa ia akan jadi masalah.”
 
Hasil pembacaan itu terjadi bukan berdasarkan pengetahuan, melainkan sebuah respon sekilas yang di luar kendali seseorang. Pada kasus perempuan itu, perasaan itu terbukti ketika teman laki-lakinya ternyata merebut kondominium milikinya.
 
Bagi orang Indonesia, fenomenan demikian sebenarnya bukan hal yang benar-benar baru. Sebab, di Indonesia telah lama dikenal konsep firasat. Firasat adalah perasaan yang muncul sekilas setelah seseorang melihat atau mengemati objek tertentu. Perasaan semacam ini tidak lahir dari kalkulasi rasional, melainkan persepsi spontan.
 
Firasat bahkan bisa muncul pada individu terkait individu lain yang dekat secara psikologis meskipun secara fisik berjarak ratusan kilometer. Seorang ibu merasakan pikirannya tidak nyaman ketika anaknya yang berada di perantauan sedang. Respon ini kerap direspon oleh sistem tubuh secara negative sehingga si ibu juga merasakan sakit.
 
Gejala seperti ini, menurut Goleman, terjadi karena hubungan antarotak yang paling kuat terjadi dengan orang yang paling banyak menghabiskan waktu bersama dan terutama dengan orang yang paling kita cintai.
 
Meski tidak berisi kiat praktis, buku ini bermanfaat bagi pembaca untuk menyehatkan hubungan sosialnya. Goleman sendiri gemar memadukan abstraksi konseptual dengan contoh-contoh riil yang dieperolehnya dari hasil penelitian. Dengan contoh-contoh ini, pembaca bisa terbantu untuk menyarikan konsep kecerdasan sosial versi dirinya.
 
Rahmat Petuguran
Pemimpin Redaksi PORTALSEMARANG.COM
Resensi ini telah dipublikasikan di majalah Merah Putih, November 2016
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending