Buku kumpulan puisi berjudul Cerita Nabi-Nabi diluncurkan dengan acara pentas dan diskusi, Rabu (3/11) malam di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes. Buku itu ditulis oleh Zulfa Fahmi, dosen Bahasa Indonesia Unnes, yang juga seorang pesulap.

Apa hubungannya puisi dengan sulap? Di tangan Zulfa Fahmi, puisi disusun dan dimainkan dengan  formula sulap.

Seorang pesulap lazimnya menyampaikan guyonan ringan di awal, ketegangan pada tengah sesi, dan kejutan sebagai penutup.

Formula itu pula yang digunakan Zulfa ketika menulis sebagian besar dari 53 puisi yang terhimpun dalam buku itu. Pada bagian awal puisinya Zulfa menggunakan narasi dan deskripsi yang ringan dan kadang kocak, menukik pada ketegangan di bagian tengah, lalu diakhiri kejutan di akhir.

Kejutan-kejutan itu diciptakan Zulfa Fahmi dengan membuat belokan secara mendadak, membuat akhir yang meledak, atau sekadar lelucon yang membuat pembacanya tergelak.

Kritikus sastra Dyah Prabaningrum menyebut puisi Zulfa Fahmi termasuk jenis puisi yang sederhana. Tetapi, kata lulusan Magister Ilmu Susastra Universitas Diponegoro itu, kesederhaan Zulfa justru bukti sebagai kecanggihan.

“Kesederhanaan adalah bentuk kecanggihan tertinggi,” katanya.

Kritikus lainnya, Muhamad Burhanudin, menyebut puisi Zulfa Fahmi sebagai bentuk permainan semantik yang belum mapan. “Karakternya tidak jelas. Ini barangkali karena ditulis oleh penulis dalam jangka waktu yang sangat panjang, yaitu saat penullis awal menempuh kuliah sampai sekarang. Ada perjalanan dan perubahan gaya,” katanya.

Peluncuran buku dimeriahkan oleh ratusan hadirin dari berbagai daerah. Mereka mengapresiasi puisi dalam Cerita Nabi-Nabi dengan deklamasidan musikalisasi puisi.

Rahmat Petuguran