Connect with us

Apa yang membuat orang-orang kota bisa segera mengangkat pantat dari tempat duduk yang telah jadi sarangnya dan melangkahkan kaki menuju suatu tempat? Barangkali ada tiga hal: baterai ponsel habis, sinyal lemah, dan lapar.

Manusia kota sekarang ini agaknya bukan orang yang bergerak dengan segera saat mendengar kabar duka dari musala. Mereka adalah tipe manusia yang mempersipakan liburan lebih rapi dan lama daripada mempersiapkan pulang kampung menjenguk orang tuanya. Jenis manusia seperti ini barangkali juga jenis manusia yang lebih uring-uringan karena potongan bajunya terasa tak pas daripada mendengar sepupunya sedang sakit.

Joko Pinurbo menyajikan keganjilan-keganjilan itu dalam puisi “Kapan Lagi” yang dimuat Kompas Sabtu (24/12/2016). Puisi itu diorganisasi dengan rapi dalam empat bait. Bait pertama berisi sesuatu yang indah dan nampaknya diasumsikan penyair sebagai sesuatu yang telah hilang. Lampau. Melalui bait ini penyair menyampaikan kepada pembacanya, bahwa pada periode tertentu manusia memiliki hidup yang indah.

Kapan lagi kau bisa duduk manis adi bawah pohon cemara,
mendengarkann beberapa ekor puisi berkicau di ranting-rantingnya,
membiarkan bulan mungil jatuh dan memantul-mantul di atas kepalamu,
meredakan gemuruh tubuhmu

Aktivitas yang lampau dan tidak pernah lagi dilakukan manusia digambarkan penulis melalui ungkapan tanya “Kapan lagi”. Adapun keindahan direpresentasikan dengan kehadiran objek-objek alam seperti pohon cemara, beberapa ekor puisi, dan bulan. Bait ini tampaknya ditulis penyair untuk mendobrak kesadaran pembaca bahwa manusia pernah memiliki cara hidup yang memesona. Dulu.

Tetapi kehidupan itu tak lagi dijalani, tergantikan oleh sebuah gaya hidup baru yang materalistis dan visual. Perubahan gaya hidup itu pada akhirnya mengubah pula cara manusia mempersepsi diri dan lingkungannya. Ia terjebak pada urusan yang remeh temeh, tak penting, namun gemuruh oleh keributan.

Celana yang kemarin nyaman-nyaman saja
tiba-tiba terasa melintir di bagian paha
Tadi malam kau pulang dari salon dengan gembira,
sekarang kay malu dengan potongan rambutmu

Bait di atas menggambarkan kesenangan manusia (kota) pada hal-hal palsu. Kata “salon” patut dibaca sebagai pars pro toto untuk menyebut subjek lain yang biasa mengubah sesuatu dari asli ke bentuk lain yang lebih menarik meskipun palsu. Adapun “celana” patut pula diterjemahkan sebagai sesuatu yang luar, bungkus, dan berorientasi pada tampilan.

Kegemaran trhadpa hal yang luaran, palsu, dan buatan itu berakibat pada hilangnya perhatian terhadap sesuatu yang serius dan bermakna. Inilah yang diungkap penyair pada bait ketiga puisinya. Daftar ‘”janji” yang sebenarnya penting, malah terlupakan, atau setidaknya menempati prioritas ke sekian.

Sementara daftar janji yang ingin kaupenuhi bertambah panjang saja
Janji mencabuti rumput di rumput di makam nenek
Janji membelikan ayah selembar sarung sutera
Janji minta maaf kepada pohon mangga yang sering kaucuri buahnya

Pada bait ini, hal-hal penting dan berharga direpresentasikan oleh kehadiran “nenek” dan “ayah”. Dua kata yang menunjukkan kekerabatan itu mewakili sesuatu yang berharga karena berkaitan dengan hubungan darah langsung. Tetapi terhadap sesuatu yang amat penting itu, “kau” telanjur melupakannya. Bagi penyair, tindakan ini tampaknya dinilai sebagai sebuah kecerobohan. Dan kecerobohan itu musti ditebus, ditanggulangi.

Penyair memberikan saran bagaimana menanggulangi kecerobohan itu pada bait terakhir.

Duduklah dengan tenang di atas batu yangkelak akan jadi batu nisanmu

Benda yang purba, tak bergerak, seperti batu direkomendasikan sebagai cara agar manusia kembali pada urusan-urusan yang substansial. Batu adalah benda purba, tak bergerak, namun karena itulah ia awet, berbobot.

Batu adalah benda yang mewujud dari proses sejarah yang panjang. Ia keras, berat, sulit digoyahkan. Barangkali itu semacam ajakan untuk kembali kepada nilai-nilai lama namun mendasar. Sesuatu yang lebih berharga dari sekadar celana dan model potongan rambut. (Foto: zulfisaeful.com)

Rahmat Petuguran
Pemimpin Redaksi PORTALSEMARANG.COM

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending