Ada alien mendarat di bumi. Kapal-kapal mereka mendarat di beberapa titik di berbagai belahan dunia. Apa yang harus umat manusia lakukan?
Dalam kondisi bingung, seorang kolonel di angkatan bersenjata – yang punya otoritas menangani situasi krisis itu – menghubungi ahli bahasa. Sang ahli adalah seorang pengajar di sebuah kampus.
Ahli bahasa itu kemudian menjajaki kemungkinan cara berkomunikasi dengan alien. Tapi itu jelas bukan pekerjaan gampang. Soalnya, alien berbahasa dengan simbol-simbol visual yang betul-betul baru, berbeda dengan manusia yang berbahasa dengan simbol audio.
Lalu, bahasa apa yang harus digunakan untuk berkomunikasi dengan makhluk asing itu?
Dalam film Arrival ini bahasa didefinisikan ulang. Sutradara membimbing penonton, lewat dialog dan aksi para pelakunya, untuk memahami bahwa bahasa tidak sesederhana yang didefinisikan kaum strukturalis selama ini.
Bahasa ternyata bersifat konvensional, tetapi personal sekaligus. Maksudnya, selain ada aspek-aspek yang dipahami bersama sebagai produk konvensi, dalam simbol bahasa juga selalu ada aspek-aspek yang tidak mungkin dikodekan untuk dipahami bersama.
Aspek-aspek tak terkodekan inilah yang kerap kali melahirkan kesalahpahaman.
Saat berkomunikasi dengan orang lain, kadang saya merasa dapat memahami penjelasan orang itu dengan paripurna. Tetapi itu cuma perasaan saya saja. Yang sebenarnya terjadi, saya hanya bisa memahami sebagian aspek saja. Ada aspek-aspek lain yang tidak saya pahami, bahkan saya abaikan keberadaannya.
Untuk memahami perkataan orang lain, saya cuma memahami artinya. “Arti” saya peroleh dengan mencocokkan kode suara yang dengar dengan “kamus” dalam ingatan. Dari proses cocok-mencocokkan itu akan lahir makna.
Padahal dalam setuai tuturan, selain arti kata, ada aspek-aspek lain yang melekat kepadanya. Misalnya, ada tempo, tekanan, rima, suasana, kode budaya, panjang/pendek fonem, dan aspek lain yang secara kolaboratif membangun makna.
Pengabaian terhadap aspek-aspek “bahasa” itulah yang membuat komunikasi terhambat. Pada kadar tertentu, situasi itu melahirkan kesalahpahaman. Adapun kesalahpahaman adalah sumber konflik.
Lihatlah ketika film memasuki dua per tiga durasi. Manusia hampir saja menggunakan senjata untuk membunuh alien-alien ini. Situasi itu terjadi karena manusia mengira alien ini akan megadu domba manusia dengan menawarkan senjata. Padahal bukan itu yang alien maksud.
Kesalahpahaman itu terjadi karena manusia tak bisa menguraikan simbol berupa lingkaran. Dari bentuknya, lingkaran itu tampak mirip satu sama lain.
Tapi kemudian terungkap, dalam satu lingkaran ada ratusan titik yang terhubung secara unik. Titik-titik itu, ukurannya, jarak antara satu dengan lainnya, ternyata membangun hubungan gramatikal yang bermakna.
Kurang lebih, itulah yang dapat saya pelajari dari film yang dibintangi Amy Adam (uhuk!) dan Jeremy Renner ini. Awalnya saya kira film ini akan berisi banyak adegan dar der dor sebagaimana film tentang alien lain. Ternyata tidak.
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Muda & Gembira10 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Lowongan10 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira9 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus13 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim