Connect with us

Dalam tiap-tiap pertempuran, wajar kalau melahirkan kisah pemuda heroik yang kemudian menjadi simbol perlawanan. Jangankan pertempuran besar, pertempuran-pertempuran kecil pun akan melahirkan tokoh sejarah. Pertempuran antarkampung pun melahirkan pahlawannya sendiri-sendiri.

Kepopuleran tokoh lahir seiring kontradiksi besar maupun kecil, sesuai tingkatannya, sesuai kualitas pertempuran itu. Pertempuran Surabaya 1945 telah melahirkan sosok Bung Tomo, tapi ke mana tokoh pemuda dalam Pertistiwa Pertempuran Lima Hari Semarang?

Namanya Ibnu Parna, dialah yang dengan kekerasan mendesak Gubernur Jateng mengumumkan adanya Proklamasi 17 Agustus 1945 ke publik Semarang. Dia juga yang dengan konco-konconya membawa alat tajam memburu Gubernur Jateng supaya bergabung untuk menyita senjata-senjata Jepang dalam rangka pemindahan kekuasaan. Ia pula yang pemimpin Pertempuran Lima Hari Semarang, seorang ahli pidato, pemimpin dalam rapat-rapat, mengorganisir tentara-tentara bekas didikan Jepang dan milisi rakyat untuk melawan Jepang sendiri.

Tidak hanya itu, Ibu Parna membangun dan memimpin front-fron lintas organisasi kelaskaran, organisasi politik. Sekaligus tampil sebagai pemimpin dalam perundingan-perundingan sesudah pertempuran.

Nama dan kiprahnya sebenarnta tidak hilang dari sejarah seputar Proklamasi Kemerdekaan 1945, juga hilang dari buku sejarah Pertempuran Lima Hari Semarang 1945. Namanya tercantum  dalam buku sejarah resmi yang disusun Pemkot Semarang (1956). Tapi namanya tidak pernah menjadi ikon sebagaimana Bung Tomo di Surabaya, bahkan  keotkohannya secara kultural musnah.

Kenapa bisa namanya lebih tenggelam dibanding dokter Kariadi? Di samping itu ada yang dihilangkan dari buku-buku sejarah Pertempuran Lima Hari Semarang terkait diri Ibnu Parna, yaitu nama organisasinya. Buku-buku sejarah dalam cetakan-cetakan berikutnya hanya menyebut pemuda Ibnu Parna. Tapi siapa dia, dari organisasi apa, tidak disebutkan.

Rupanya dia adalah pemimpin dari Angkatan Komunis Muda (Akoma). Walau Akoma secara keorganisasian adalah musuh bebuyutan PKI (sama-sama komunis tapi bermusuhan keras), namun setelah TAP MPRS XXV/1966 tentang pelarangan PKI dan ajaran Marx-Lenin, nama Akoma turut dihilangkan. Nama Akoma terpisah dari Ibnu Parna oleh buku-buku sejarah.

Penguasa kesulitan untuk menghilangkan nama Ibnu Parna dari riwayat Pertempuran Lima Hari Semarang karena perannya cukup besar. Namun penguasa ingin menghilangkan Akoms, sehingga yang bisa mereka lakukan adalah menghapus sebutan organisasi Angkatan Komunis Muda-nya Ibnu Parna saja, diubah menjadi pemuda Ibnu Parna.

Yang unik bahwa event-event  pelestarian terhadap sejarah kepemudaannya rupanya juga secara kultural ditindas zaman, orang Semarang bahkan tak ada yg mengenali fotonya lagi. Di manakah kuburan Ibnu Parna sekarang? Tak ada yg tahu.

Pertempuran Lima Hari Semarang adalah pertempuran yang merambah ke seluruh penjuru kota sampai RT RW secara merata dan menjalar ke kabupaten sekitar Semarang, sampai ke wilayah Kendal, Ungaran, Ambarawa, dan Demak. Pertempuran itu melibatkan laskar tempur dalam jumlah raksasa dari masing-masing pihak. Korban dalam perang ini juga ditaksir mencapai ribuan orang. Tentu aneh jika dalam peristiwa sejarah sebesar itu tidak ada satu tokoh pemuda yang tampil sebagai penggerak sebagaimana Bung Tomo. Ke mana perginya “Bung Tomonya” Pertempuran Lima Hari Semarang dalam sejarah nasional Indonedia itu? (Foto: semarang.nl)

Yunantyo Adi

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending