Connect with us

Hallo, teman-teman mahasiswa. Apa kabar? Kita ketemu lagi di seri perkuliahan Sosiolinguistik, Bersama saya Rahmat Petuguran.

Hari ini kita lanjutkan perkuliahan dengan mendiskusikan alih kode dan campur kode. Sebagaimana kita pahami, keduanya merupakan gejala kebahasaan yang sangat lazim ditemui di masyarakat sebagai akibat adanya kontak bahasa.

Hari ini, kita akan bahas dua topik ini dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut:

Pertama, ap aitu alih kode dan campur kode? Mengapa gejala itu muncul di masyarakat?

Kedua, apa akibat penggunaan alih kode dan campur kode dalam peristiwa komunikasi?

Ketiga, adakah bentuk-bentuk baru alih kode dan campur kode dalam komunikasi di media baru seperti internet dan media sosial?

Baik, mari kita jawab pertanyaan pertama.

Definisi dan kriteria alih kode dan campur kode sebenarnya pernah kita bahas pada perkuliahan Pengantar Sosiolinguistik. Tapi tidak ada salahnya kalau kita ulang kembali, ya.

Secara umum  alih kode merupakan gejala peralihan pemakaian bahasa dari bahasa sat uke bahas lain karena berubahnya situasi. Misalnya, kita menggunakan bahasa Jawa ketika rapat belum  kemudian beralih menggunakan bahasa Indonesia ketika rapat dimulai. Ada perubahan situasi dari nonformal ke formal yang disikapi dengan peralihan bahasa.

Namun demikian, itu bukan satu-satunya definisi yang disepakati di kalangan ahli bahasa. Menurut ahli bahasa lain, misalnya Dell Hymes, alih kode tidak terbatas hana terjadi antarbahasa. Peralihan dari ragam sat uke ragam lain, dari dialek satu ke dialek lain, dari gaya satu ke gaya yang lain juga merupakan gejala alih kode.

Ada dua jenis alih kode. Pertama alih kode internal yatu jenis alih kode yang terjadi antarbahasa yang masih berada dalam suatu negara. Misalnya dari bahasa Melayu ke bahasa Banjar. Keduanya dianggap alih kode internal karena dua bahasa tersebut merupakan bahasa yang ada di Indonesia. Alih kode internal juga bisa terjadi antardialek dalam suatu regional. Misalnya, peralihan bahasa dari Jawa Solo ke bahasa Jawa Banyumasan.

 

Adapun jenis kedua adalah alih kode eksternal. Ini adalah alih kode yang terjadi akibat peralihan bahasa dari bahasa local ke bahasa asing. Misalnya, peralihan dari bahasa Indonesia ke bahasa Mandarin.

Mengapa muncul gejala alih kode dalam pemakaian bahasa? Sejumlah ahli mengidentifikasi bahwa alih kode umumnya terjadi karena perubahan situasi.

Namun penjelasan itu seolah-olah menempatkan penutur dalam posisi pasif karena bersifat dependen terhadap lingkungannya. Menurut saya, penjelasan yang lebih tepat adalah alih kode terjadi sebagai bagian dari strategi komunikasi penutur agar pesan tertentu bisa tersampaikan kepada sasaran yang diinginkan dan dengan cara yang diinginkannya.

Contohnya, alih kode yang terjadi karena pengaruh internal si penutur. Penutur memutuskan melakukan alih kode karena topik tertentu ternyata lebih mudah disampaikan dengan bahasa tertentu. Ini berarti, peralihan bahasa merupakan strategi penutur agar ia bisa mengekspresikan gagasannya dengan sempurna. Itu merupakan strategi komunikasi. Penutur punya inisiatif, punya determinasi, bukan sekadar merespons perubahan situasi.

Memang, selain karena faktor internet penutur, alih kode juga bisa terjadi karena faktor lain. Misalnya, terjadi karena faktor mitra tutur yang berkurang atau bertambah. Penambahan mitra tutur yang membuat mereka lebih heterogen biasanya disikapi penutur dengan memilih kode bahasa yang lebih umum.

Faktor lain yang menyebabkannya adalah perubahan situasi, misalnya dari formal ke akrab atau sebaliknya.

Mengapa perubahan situasi tutur itu direspons penutur dengan alih kode? Karena penutur sadar setiap situasi memiliki hokum atau keberaturannya sendiri-sendiri. Supaya komunikasinya berjalan efektif maka ia perlu menyesuaikan dengan keberaturan pada tiap-tiap situasi tersebut.

 

Dari berbagai contoh itu saya menyimpulkan bahwa alih kode adalah bagian dari strategi komunikasi. Dalam hal ini, penutur memiliki inisiatif kesengajaan. Keputusan melakukan alih kode bukan terjadi karena ia dikendalikan lingkungan, tetapi penutur berusaha melakukan penyesuaian dengan situasi lingkungan.

Sejumlah riset yang saya menunjukkan alih kode memberi dampak berarti terhadap kelangsungan peristiwa komunikasi.

Pertama, ada dampak penegasan. Ini terjadi kalau ungkapan tertentu dalam bahasa A diulangi atau diformulasikan kembali ke dalam bahasa B. Perulangan pesan dari dua bahasa yang berbeda ini mengesankan ada penegasan atas pesan tersebut.

Kedua, dampak relevansi. Dampak ini terjadi jika penutur menggunakan alih kode untuk melakukan penyesuaian terhadai situasi lingkungannya. Peralihan ini akan membuat cara berbahasa lebih cocok dengan karakteristik mitra tutur sehingga pesan yang dikirim lebih mudah dipahami.

Ketiga, dampak perluasan dan pembatasan. Salah satu motif orang melakukan alih kode adalah membuat pesannya bisa diterima oleh komunitas pembaca lebih luas. Misalnya, ada perubahan kode ketika orang beralih dari komunikasi personal ke komunikasi publik. Dengan alih kode ini ia ingin pesan diterima lebih luas.

Sebaliknya, kalau alih kode terjadi dari kode yang berisfat umum ke kode yang lebih bersifat khusus akan menciptakan efek pembatasan. Sebab, peralihan itu akan membuat hanya sebagian orang saja yang bisa memahami pesan yang dikirimkannya.

Selanjutnya, teman-teman. Apakah ada pola-pola baru alih kode dalam komunikasi di era digital ini?

Dalam buku Linguistik Disruptif saya dan Prof Fathur Rokhman menyoroti penggunaan emoji, emoticon, dan sticker dalam komunikasi di media sosial.

Sebagai pengguna WhatsApp kadang kita beralih dari perbincangan verbal melalui tulisan ke perbincangan menggunakan simbol-simbol emoji. Apakah itu merupakan bentuk baru alih kode atau itu merupakan bentuk alih wahana?

Saya belum bisa menyimpulan secara tegas, namun gejala itu menunjukkan bahwa konsep alih kode perlu diterjemahkan ulang dalam konteks situasi komunikasi digital sekarang. Untuk itulah, gejala itu merupakan peluang terbuka bagi peneliti bahasa seperti kita untuk mengkajinya.

Demikian penjelasan saya mengenai alih kode. Semoga bermanfaat. Saya Rahmat Petuguran undur diri, kita bertemu di kesempatan lain.

Rahmat Petuguran
dosen Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang

Sumber gambar: vuelio.com

Rahmat Petuguran adalah pemimpin redaksi PORTALSEMARANG.COM. Selain aktif di dunia jurnalistik, ia juga aktif menjadi peneliti bahasa. Sebagai peneliti bahasa ia menekuni kajian sosiolinguistik dan analisis wacana. Kini sedang melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) Universitas Gadjah Mada.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending