Connect with us

Pendidikan

Belajar Jurnalistik di Rumah Pak Bernard

Published

on

NAMA Pak Bernard barangkali masih asing di telinga khalayak. Tapi bagi pelajar dan mahasiswa yang pernah menggelar kegiatan di Kalisidi, Ungaran Barat, namanya sudah akrab. Dia adalah pemilik rumah Pohon di desa Kalisidi, dekat perkebunan cengkeh. Dari pusat kota Semarang rumah Pak pria berusa 82 tahu ini bisa ditempuh dengan perjalanan 30 menit.

Apa yang membuat tempat ini istimewa sehingga sering menjadi jujugan pelajar dan mahasiswa? Tempatnya sejuk. Terletak di lereng gunung Ungaran, udara di rumah Pak Bernard terasa sangat menyegarkan. Tanpa bising kendaraan, tempat ini membuat pengunjung bisa lebih berkonsentrasi. Terlebih, terhampar perkebunan cengkeh yang luas di dekat lokasi.

Nilai sejarah juga menjadi daya tarik sendiri. Apa pasal? Pak Bernard, yang memiliki nama Jawa Jaya Atmaja, pintar bercerita tentang sejarah. Ia pria keturunan Belanda. Lahir pada tahun 1930an, membuat ia pintar menarasikan kejadian masa lampau, baik pada masa penjajahan Belanda maupun Jepang.

Bernard sendiri seorang pelaku sejarah. Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 ia termasuk pemuda yang “diciduk” dan dipekerjakan di Burma selama 3 tahun. “Beda dengan romusha. Dulu warga pribumi, Tionghoa, dan belanda I dipisah. Karena saya keturunan Belanda, saya dikirim ke Burma,” tutur pria yang telah memiliki 8 putra  ini.

“Saya pulang waktu itu sudah kurus sekali. Di sana hanya diberi makan satu sendok bubur,” kenangnya.

Pak Bernard pria yang bersahaja. Ia tinggal di rumah papan sederhana. Desain rumahnya kuno. Ada pohon manggis di halaman depannya. Sebagai tempat bermain cucu dan cicitnya, ia memasang dua buah ayunan. Jadilah halaman rumah Pak Bernard seperti taman. Tidak hanya pelajar dan mahasiswa saja yang kerap bermalam di rumahnya. “Ada polisi, kemarin juga ada tentara satu kompi,” katanya.

Bisa jadi, karena keindahan alam dan nilai sejarah itulah, tim redaksi majalah Sultan SMA 3 Sultan Agung memilih tempat ini untuk acara pelatihan jurnalistik. 10 siswa dan 2 guru pendamping datang ke sana Sabtu siang. Mereka baru pulang Minggu sore kemarin. Menurut Safira, salah satu siswa, belajar jurnalistik di tempat itu membuatnya nyaman. Materi kejurnalistikan seperti peliputan, fotografi, dan penulisan berita jadi lebih mudah diterima.

Terlebih, mereka belajar di luar ruangan. Dengan alas tikar rami, mereka berdiskusi. Sesekali, mereka praktik menulis dan memotret. Safira dna teman-teman bahkan lebih mirip rombongan siswa yang sedang piknik. Dengan suguhan ubi rbeus dan teh hangat, mereka asyik berbincang. “Asyik. Udara ini segar. Asal jangan hujan deh,” kata siswa berdarah Jawa-Pakistan itu. PortalSemarang.com

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending