Connect with us

[contact-form][contact-field label=”Name” type=”name” required=”true” /][contact-field label=”Email” type=”email” required=”true” /][contact-field label=”Website” type=”url” /][contact-field label=”Message” type=”textarea” /][/contact-form]

Oleh:

Ninda Novita Arieani

Dunia sudah lama memiliki keberagaman dari semua penduduknya. Kita tidak bisa memilih terlahir seperti apa, semua adalah kodrat yang harus diterima oleh setiap manusia termasuk ras. Ras merupakan keadaan biologis seseorang yang membedakan satu dengan yang lainnya. Adanya perbedaan tersebut menimbulkan rasisme di kalangan masyarakat. Rasisme yang terjadi di dunia adalah perbedaan warna kulit, yaitu seseorang dengan kulit putih dan kulit hitam. Walaupun terlihat sangat berbeda, bukan berarti kita dapat mengucilkan salah satu di antara ras tersebut.

Di tengan pandemi Covid-19 ini kembali terjadi unjuk rasa mengenai isu warga berkulit hitam di Amerika Serikat. Hal yang sangat disayangkan, kita yang seharusnya bersama-sama melawan virus mematikan ini malah harus menghadapi isu sosial yang sepatutnya tidak terjadi.

Dikutip dari tirto.id, Jumat (3/6/2020), kematian George Floyd memicu demonstrasi di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Australia. Hal tersebut menimbulkan kembalinya isu warga kulit hitam di dunia, tak terkecuali Indonesia. Protes tersebut ada kaitannya dengan orang-orang Papua. Walaupun mereka tidak langsung turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka mengungkapkannya melalui media sosial.

Menurut Fredi Numberi tokoh sesepuh Papua dalam pikiran-rakyat.com, Jumat (12/6/2020), kasus kekerasan terhadap George Floyd, pria berkulit hitam asal Minneapolis, Amerika Serikat itu berbeda dengan kasus rasisme di Papua.

Walaupun begitu, kita tidak bisa menganggap remeh kejadian tersebut. Rasisme itu sangat sensitif karena menyangkut harga diri dan keberadaan dari warga Papua itu sendiri. Buktinya, masih adanya rasa tersinggung dan sakit hati yang melekat pada warga Papua terhadap isu rasisme ini, sekalipun itu tidak terjadi di Indonesia.

Kita masih sering memandang orang dengan kulit putih itu lebih menarik, mengagumkan, selalu dipuji, dan merupakan kasta teratas. Buruknya, kita jadi memandang sebelah mata orang berkulit hitam. Sebenarnya, semua itu hanya paradigma masyarakat Indonesia saja yang tertanam sejak zaman dahulu. Mereka tidak menyadari bahwasannya semua orang itu memiliki hak yang sama tanpa melihat adanya perbedaan apapun.

Sebagai masyarakat Indonesia yang berkarakter, tidak sepatutnya kita berperilaku seperti itu. Tidak sedikit orang dengan kulit putih yang melakukan kejahatan atau perilaku yang tidak baik. Tidak semua yang mata kita anggap buruk itu akan selalu buruk, dan apa yang kita lihat baik belum tentu baik pula.

Terkadang kita lupa bahwa apa yang sudah ada pada kehidupan ini adalah pemberian dari Tuhan, tak terkecuali ras. Kita tidak bisa memilih untuk terlahir dengan kulit putih atau kulit hitam. Tugas kita adalah mensyukuri apa yang Tuhan berikan, bukan untuk saling menjatuhkan. Toleransi adalah modal utama untuk menuju negara yang kuat dan tidak mudah dipecahbelahkan. Apalagi Indonesia sangat dikenal dengan keberagamannya.

Saling toleransi dapat membuat kehidupan menjadi damai. Michael Walzer (dalam Zuhari Miswari, 2010:10) menegaskan bahwa toleransi merupakan keadaan yang tidak dapat dihindari dalam kehidupan individu dan kelompok, karena tujuannya untuk membangun hidup damai tanpa melihat adanya perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan, dan identitas.

Toleransi sangat erat kaitannya dengan Indonesia yang memiliki berbagai macam suku, ras, budaya, etnis, dan bahasa. Kulit hitam sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh warga Papua saja, di Jawa, Sumatera, dan pulau lainnya juga ada warga yang memiliki kulit hitam. Toleransi seharusnya sudah lama melekat pada diri bangsa Indonesia dan tidak boleh hilang karena adanya suatu kepentingan semata, keegoisan bahkan hanya karena perbedaan warna kulit.

Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memiliki hak sama degan masyarakat Indonesia lainnya. Mereka juga patut diperjuangkan dan diperhatikan. Indonesia harus bisa hidup saling berdampingan satu sama lain. Jangan sampai rasisme ini menimbulkan perpecahan yang dapat merusak kesatuan dan persatuan Indonesia. Akibatnya, kehidupan kita akan kacau, tidak damai dan dipenuhi dengan rasa dendam.

Sebaiknya, kita mulai semua dari diri sendiri. Kita jadikan perbedaan sebagai kekuatan bangsa Indonesia dengan saling menghargai perbedaan dan tidak egois. Jangan butakan mata kita dengan hal-hal yang dapat menghancurkan keutuhan bangsa. Karena kalau bukan kita yang menjaganya siapa lagi?

Selain itu, kita memiliki semboyan yang sangat dijunjung tinggi yaitu Bineka Tunggal Ika atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Adanya semboyan tersebut seharusnya dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia yang mencintai adanya perbedaan. Karena, semua itu bukan hanya tulisan yang terpajang di dinding saja, melainkan harus benar-benar diamalkan di kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Artikel ini dipublikasikan sebagai hasil latihan mahasiswa peserta mata kuliah jurnalistik dari jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNNES

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending