Connect with us

Oleh: Rudi Hartono*

Kegiatan dan kreativitas guru yang menghasilkan produk inovatif sangat diharapkan saat ini (Alaydrus, 2017) karena merupakan salah satu karakteristik guru abad ke-21. Sekarang banyak guru yang belum produktif dalam mengembangkan karir mereka, meskipun banyak cara yang dapat dilakukan, seperti membuat buku pelajaran untuk kebutuhan mereka sendiri di sekolah atau menerbitkannya secara masal. Dengan demikian mereka dapat dikategorikan sebagai guru yang produktif. Bagaimana ciri-ciri seseorang yang produktif?

Kita bisa melihat dari jumlah karya yang dia hasilkan selama ini. Bagaimana produktivitas itu dapat diukur? Menurut sebagian besar pengamat saat ini, ‘produktivitas’ itu berarti tingkatan di mana produk dibuat atau pekerjaan penting diselesaikan”. Bagaimana produktivitas ditingkatkan? Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan produktivitas meningkat: 1) lingkungan—tempat Anda bekerja dan 2) pola pikir—apa yang Anda yakini terkait dengan cara Anda mendekati pekerjaan Anda, dan akses ke alat (ConnectedPE, 2019).

Tapi apa yang terjadi? Apakah guru saat ini produktif menulis buku pelajaran? Sebenarnya, banyak guru yang tidak bisa, tidak punya keberanian, dan tidak punya keinginan untuk menulis buku pelajaran. Banyak guru yang kurang memiliki motivasi untuk menjadi penulis buku pelajaran.

Mereka kurang percaya diri. Sekolah atau lembaga tidak memfasilitasi upaya mereka atau kurang memfasilitasi mereka dengan baik. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka tulis dan hanya bergantung pada buku kerja siswa yang mereka beli dari penerbit. Kemudian mereka memiliki kebiasaan hanya menyalin dari buku atau sumber lain, sehingga sepertinya mereka tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk menulis buku pelajaran.

Apa itu buku pelajaran? Trimansyah (2018) mendefinisikan bahwa buku pelajaran yang dimaksud adalah buku-buku yang merujuk pada silabus pembelajaran yang digunakan di sekolah sebagai media pengajaran utama yang digunakan oleh para guru. Selama ini guru hanya memiliki handout yang dibuat sendiri sebagai koleksi bahan ajar yang disalin. Mereka tidak menulis bahan ajar dalam bentuk buku pelajaran. Mengapa mereka harus memiliki buku pelajaran sendiri hasil dari keterampilan menulis mereka? Karena mereka adalah guru yang harus bisa menulis bahan ajar selain mengajarkannya.

Hal tersebut dapat membuktikan bahwa guru itu kreatif dan produktif. Meskipun pemerintah telah menyediakan banyak buku pelajaran untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah, produktivitas guru dalam menulis buku pelajaran masih sangat penting. Buku hasil kreativitas sendiri dapat menjadi kebanggaan. Karya-karya mereka bisa saja berupa buku pengayaan dan tambahan sebagai buku pendukung dari buku utama. Dengan produktivitas seperti ini guru diharapkan bisa mandiri, tidak tergantung pada sumber lain, dan dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Oleh karena itu, kami para dosen dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS UNNES melakukan Pengabdian kepada Masyarakat dengan bentuk pelatihan penulisan buku pelajaran kepada guru-guru di sekolah. Kegiatan ini sebagai wujud dan bukti kepedulian kami kepada guru untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas mereka dalam menulis buku pelajaran. Sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kreativitas dan produktivitas guru tersebut, kami memperkenalkan program One Book One Teacher (OBOT).

Program ini mampu mengarahkan guru aktif dan produktif untuk menulis buku pelajaran. Istilah populer OBOT adalah SAGUSABU (Satu Guru Satu Buku) (Maslani, 2017; Rahayu, 2017; Ihsan, 2018; Kompasiana, 2018). Namun program OBOT lebih menitik beratkan pada kemandirian guru sebagai penulis tunggal, tidak penulis berjamaah. Artinya seorang guru harus menulis sendiri satu buku tidak berdua atau bertiga.

Program ini memiliki potensi kegiatan sebagai program terpadu dalam mempersiapkan guru untuk menjadi penulis buku pelajaran secara profesional. Hal ini dapat memotivasi dan meningkatkan produktivitas guru dalam mengembangkan bahan pelajaran mereka ke dalam buku pelajaran (Oebaidillah, 2017). Secara operasional OBOT adalah program penulisan buku pelajaran atau buku tambahan lainnya untuk guru yang memiliki bahan pelajaran atau ide-ide penting untuk ditulis dalam buku cetak atau e-book yang diterbitkan sebagai sumber atau referensi untuk kegiatan belajar mengajar di kelas atau bahan bacaan untuk siswa dan masyarakat pada umumnya (Hartono, 2019).

Berkaitan dengan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat, kami melibatkan 3 orang pengabdi dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, 16 orang guru semua mata pelajaran dan 1 orang wakil kepala sekolah. Kegiatan ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Bina Amal yang berada di Jalan Raya Gunungpati, Ungaran KM 1,5, Plalangan, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah mulai dari bulan Juli hingga bulan Oktober 2019.

Program OBOT ini diselenggarakan untuk mengantisipasi persoalan krusial yang dihadapi oleh para guru di sekolah, yaitu kurangnya minat mereka untuk menulis buku ajar sendiri karena keterbatasan pengetahuan dan praktek tentang menulis buku ajar, sehingga karya tulis guru untuk komponen pengajuan pangkat, ketersedian bahan ajar, kompetensi sebagai guru abad ke-2 sangat minim dan hampir tidak ada.

Selama ini para guru di SMAIT Bina Amal masih belum berani membuat handout, modul, apalagi buku ajar sendiri untuk pegangan dan referensi mengajar sehar-hari. Buku pegangan dan rujukan yang selama ini mereka pakai adalah buku-buku dan LKS dari penerbit baik pemerintah maupun swasta yang mereka peroleh secara gratis dan beli. Walaupun sudah ada buku-buku tersebut, seorang guru harus tetap memiliki keterampilan untuk mengembangkan bahan ajar sendiri, lebih jauhnya menulis buku dan menerbitkannya, sehingga dapat mendukung kebutuhan akademik, kepangkatan, dan peningkatan kesejahteraan secara ekonomi.

Terkait dengan program OBOT ini, ada delapan langkah program ini yang diarahkan kepada para guru untuk menjadi penulis buku pelajaran secara profesional (Hartono, 2019). Kedelapan langkah tersebut adalah 1) Memperkenalkan prosedur penulisan buku pelajaran, 2) Menyiapkan bahan ajar sesuai dengan rencana pelajaran, silabus, dan kurikulum saat ini, 3) Menulis draf awal, 4) Memeriksa draft awal sesuai dengan isi dan aturan penulisan buku kursus, 5) Mengedit dan merevisi draft awal ke draft akhir, 6) Mempersiapkan sampul buku dan format halaman tambahan lainnya, 7) Menyerahkan naskah kepada penerbit, 8) Menerbitkan naskah atau melakukan penerbitan sendiri.

Untuk mencapai tujuan Program OBOT tersebut, kami menggunakan beberapa metode kegiatan sebagai berikut: 1) Presentasi, yaitu pembimbingan penulisan buku ajar, 2) Diskusi, yakni tanya-jawab masalah penulisan dan penerbitan buku ajar, 3) Workshop, yaitu penulisan buku ajar; dan 4) Konsultasi klinikal, yakni pendampingan penulisan buku ajar.

Berdasarkan kegiatan pengabdian masyarakat dosen tersebut di atas, diperoleh hasil bahwa 63% guru menyetujui OBOT sebagai program yang sangat penting bagi guru untuk menghasilkan buku pelajaran. 60% guru setuju dengan program ini karena sangat menarik untuk diikuti. 62% guru setuju dengan program ini karena sangat menantang. 63% guru setuju dengan program ini karena dapat mengarahkan guru untuk menjadi penulis yang aktif, kreatif, dan produktif.

Sebanyak 61% guru setuju dengan program tersebut karena sangat sesuai dengan karakter guru abad ke-21. 53% guru tahu bahwa Program OBOT itu tidak mudah bagi mereka untuk diikuti dan diterapkan. 60% guru setuju bahwa program tersebut membutuhkan kesiapan diri, kelengkapan materi, dan kesabaran untuk mengimplementasikannya. 63% guru setuju bahwa program ini membutuhkan manajemen waktu yang baik dan teratur sehingga semua target penulisan tercapai. 61% guru setuju bahwa program ini harus didukung oleh pemerintah, lembaga, dan sekolah. Terakhir 59% guru tahu bahwa program OBOT dapat meningkatkan kesejahteraan guru dan memperkaya perpustakaan sekolah.

Selanjutnya dari hasil observasi ditemukan bahwa hanya 7,6% guru hanya menulis handout dan 15,4% dari mereka pernah menulis buku pelajaran sebelum Program OBOT ini diimplementasikan. Sebaliknya, setelah program OBOT dilaksanakan ada peningkatan yang sangat signifikan yaitu bahwa hanya 23,1% guru menulis handout dan 76,9% dari mereka dapat menulis buku pelajaran.

Dari aktivitas tersebut di atas diketahui bahwa kegiatan menulis buku pelajaran dan produktivitas guru sebelum dan sesudah implementasi program OBOT sangat signifikan. Berdasarkan pengamatan, ditemukan bahwa para guru di SMAIT Bina Amal sebelumnya tidak memiliki keterampilan dan aktivitas untuk menulis buku pelajaran.

Walaupun waktu itu ada beberapa guru yang suka menulis tetapi hanya menulis handout dan jumlahnya sangat sedikit. Mereka menyusun handout atau modul hanya untuk kebutuhan kenaikan pangkat guru. Pada waktu itu hanya ada satu guru yang membuat buku pelajaran tetapi tidak diterbitkan. Mereka tidak pernah membuat buku pelajaran untuk diterbitkan karena saat itu sekolah dan pemerintah daerah belum menyelenggarakan program penulisan buku pelajaran bagi guru-guru.

Kesimpulannya adalah bahwa program OBOT mampu meningkatkan produktivitas buku teks yang dibuat oleh guru di sekolah. Program ini sangat membantu meningkatkan pekerjaan dan kinerja para guru abad ke-21 yang aktif, produktif, dan inovatif. Mereka mendapatkan banyak pengalaman tentang bagaimana mengatur buku pelajaran yang jarang mereka lakukan.

Mereka berhasil membuat karya tulis dari bahan ajar, selebaran, dan modul menjadi buku teks standar yang memiliki anatomi yang baik. Mereka memiliki kebanggaan karena karya-karya mereka dapat dipublikasikan dan menjadi referensi bagi diri mereka sendiri, siswa mereka, dan semua orang yang membutuhkannya. Itulah manfaat besar dari program OBOT yang telah menginspirasi para guru untuk dapat menulis buku teks mereka sendiri.

Dr. Rudi Hartono, S.S., M.Pd., dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris FBS UNNES, pemerhati bidang penerjemahan dan penulis buku.

Rahmat Petuguran adalah pemimpin redaksi PORTALSEMARANG.COM. Selain aktif di dunia jurnalistik, ia juga aktif menjadi peneliti bahasa. Sebagai peneliti bahasa ia menekuni kajian sosiolinguistik dan analisis wacana. Kini sedang melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) Universitas Gadjah Mada.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending