Connect with us

Hari Tanpa Tembakau Sedunia (31 Mei) menyuarakan untuk para perokok agar tidak merokok (menghisap tembakau) selama 24 jam serentak diseluruh dunia.

Semarang – Beredarnya informasi keliru di awal bulan Mei, terkait postingan di media sosial yang menyebutkan bahwa jutaan rokok Sampoerna telah terpapar Covid-19 cukup meresahkan masyarakat.

Dilansir pada tanggal 30 April 2020 oleh kominfo.go.id, klaim jutaan rokok Sampoerna terpapar Covid-19 beredar di masyarakat tidak terbukti. Sampoerna telah melakukan karantina produk selama lima hari sebelum akhirnya didistribusikan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tanggal 31 Mei 2020 ini, kios rokok ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, sebab kios rokok mengalami penurunan penjualan karena terdampak Covid-19 dan bahkan jauh sebelum itu adanya pascakenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok per 1 Januari 2020.

“Walaupun sudah mulai naik sejak awal tahun baru, tapi ya lakunya tetap seperti biasa, beda saat korona ini, penjualan turun sampai 50% lebih, karena pembelinya cuma dari warga sekitar, kan langganannya kebanyakan dari mahasiswa, sejak mahasiswa pulang jadi sepi pembeli,” kata Ida pemilik kios rokok Ernada dekat kampus UNNES di Jl. Taman Siswa (22/5/2020).

“Bagi pengusaha pabrik rokok kenaikan tarif cukai dan penetapan harga jual eceran tahun 2020 mungkin menjadi pil pahit, namun hal tersebut akan dibarengi dengan peningkatan pelayanan Bea Cukai Kediri kepada seluruh mitra kerja,” ujar Nizar Syahrial dalam sambutannya mewakili Kepala Kantor Bea Cukai Kediri demikian seperti dikutip dari Official Website Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Sesuai PMK Nomor 152 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas PMK 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Mulai 1 Januari 2020, pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai dengan rata-rata sekitar 23% dan menaikkan harga jual eceran (harga banderol) dengan rata-rata sekitar 35%.

Untuk besaran kenaikan, kata Ida pedagang yang berusia 37 tahun tersebut, terbilang variatif tergantung dari jenis rokoknya. Meski demikian, nyaris seluruhnya mengalami kenaikan mulai dari Rp1.000 – Rp3.000 per bungkus.

Meski naik, kata Ida, sejauh ini tidak ada keberatan dari para pembeli yang mayoritas mahasiswa. “Paling saat harga naik para pembeli cuma bilang, lagi-lagi naik, tetapi tetap dibeli meski mahal. Beda saat korona ini, terasa banget anjloknya. Biasanya bisa kulakan 2-3 hari sekali, sekarang 4 hari baru ketemu uang modal buat kulakan,” katanya.

Pembeli rokok di kios – kios sekitar kampus UNNES yang mayoritas adalah mahasiswa, menurun drastis sejak UNNES melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara daring sejak tanggal 16 Maret 2020 lalu. Satu dan lain hal UNNES juga tegas, telah meniadakan seluruh kegiatan akademik maupun non akademik, sehingga mayoritas mahasiswa pulang ke rumah masing-masing.

Alhasil, pendapatan pedagang rokok eceran menurun drastis dan sampai tanggal 31 Mei 2020, tepatnya pada Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS), masih terlihat kios-kios pedagang rokok eceran di sepanjang Jl. Taman Siswa yang memilih tutup sementara selama pandemi ini karena sepi pembeli.

[Kurnia Chodijah]

Berita ini merupakan hasil latihan peserta mata kuliah jurnalistik dari Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNNES.

Continue Reading
1 Comment

1 Comment

  1. Tasyahf

    June 1, 2020 at 6:12 am

    Semoga bpk penjual kelontongnya dapat rejeki dari pembeli sektor lain. ?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending