Connect with us

Tokoh

Frans Satya Wijaya, Pedansa Muda Asal Semarang

Published

on

Pedansa muda Frans Satya Wijaya termasuk beruntung. Ia memiliki keluarga yang memiliki hobi sama; berdansa. Ayahnya, Djaka Wijaya adalah pelatih dansa profesional. Kedua adiknya, Nadia Lutfiana dan Jean Caren juga pedansaBahkan ibunya, Evi Liana Dewi, meski bukan pedansa, menjual perlengkapan dansa.

Kondisi itu tentu membuat Frans tidak pernah kekurangan guru. Ayahnya setiap saat bisa melatih. Mereka bahkans ering berlatih bersama di rumah hingga larut malam. Tidak heran jika pada usianya yang masih belia siswa SMA 1 Theresiana punya prestasi jempolan. Bersama adiknya, Nadia Lutfiani, Frans adalah pemegang peringkat kedua nasional kelas amatir.

Frans memang mewarisi bakat dari ayahnya. Sejak kecil ia melihat ayahnya berdansa. Di rumahnya, Jalan Muara Mas IX/305, sudah sejak lama ayahnya membuka sekolah dansa. Siswanya dari berbagai usia, dari kelas beginer hingga pre amatir. “Waktu Papa nglatih, ada teman papa yang kasih saran supaya aku juga ikut latihan,” kata Frans. Ia pun ikut berlatih.

“Waktu itu masih kelas 5 SD,” lanjutnya. Kini setidaknya sudah 10 jenis dansa yang ia kuasai, dari chacha, samba, rumba, hingga paso.

Sejak saat itu, Frans mulai rajin mengikuti kompetisi. Tidak hanya kompetisi nasional, Frans sudah beberapa kali menajajal pnggung Singapura Open dan Malaysia Open. Tentu saja kompetitornya dari berbagai negara. “Kalau ke Eropa belum pernah. Kesulitan biaya tiket, sebab sekarang belum dapat sponsor,” ucapnya seraya tertawa.

Beberapa waktu lalu ia juga coba mengikuti Indonesia Mencari Bakat. Sayang, ia tidak lolos. Sarah Sechan, salah satu juri ajang pencarian bakat itu mengatakan chemistry Frans dan Nadia saat itu kurang dapet. Namun, Frans mengaku tidak kecewa. “Membangun chemistry kadang-kadang memang susah,” kata remaja kelahiran 14 Juli 1993 itu.

Di kalangan pedansa, nama ayah Frans Djaka Wijaya sudah sangat sohor. Selain mengasuh Djaka Dance Sport Studio, ia adalah Ketua Umum Ikatan Olahraga Dansa Indonesia (IODI) Jateng.

Karena itu, Frans dan kedua adiknya sering latihan di rumah. Papanya mengawasi sendiri seluruh proses latihan. Menjelang kompetisi mereka bahkan di rumah hingga larut malam. “Mulai setengah tujuh, kadang sampai setengah 11 malam,” ujar Frans.

Ada pertengkaran kecil yang kerap muncul saat mereka berlatih di rumah. Kedua adiknya, dan Caren kerap saling ganggu. Begitupun ketika adiknya berlatih, kadang Frans juga usil mengganggu mereka.

Nah, karena ibunya tidak ikut menjadi pedansa, mereka sepakat menunjuknya menjadi manajer. Ibu mendapat tugas mengatur jadwal hingga mengurus kostum. “Mama kan jual perlengkapan dansa juga,” kata Frans.

Meski ayahnya pelatih dansa profesional, Frans dan adik-adiknya kerap dilatih pelatih asing. Pelatih dansa asal Thailand Alonggod Nutsati salah satu pedansa yang pernah diminta melatihnya. “Kalau cuma latihan dari pelatih lokal sulit menyaingi mereka. Tapi kalau latihan dengan pelatih asing kita bisa lompati pedansa nasional,” kata Frans.

Diakui Frans, mendatangkan pelatih asing memang perlu banyak biaya. Biayanya beberapa kali lipat lebih mahal dari pelatih lokal. “Kalau pelatihnya juara dunia, tarif antara Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Papa juga harus menanggung tiket dan biaya hotel selama pelatih menginap,” lanjutnya.

Frans berharap, cabang dansa tetap dipertandingkan pada PON 2012 di Riau. Ia ingin membela Jawa Tengah. Ia bermaksud balas dendam karena pada PON 2008 silam ia hanya menduduki posisi keempat. “Kegagalan di PON 2008 lalu akan saya bayar di Riau nanti.” katanya.

Meski mengaku ingin terus berkarir sebagai pedansa, Frans ternyata juga bercita-cita menjadi juru masak. Itu karena ia suka masak sejak kecil. Supaya keduanya berjalan, ia segera hijrah ke Perth Australia. Menurutnya, karir sebagai pedansa di sana lebih menjanjikan.

“Di sana juga ada sekolah perhotelan Asia Golden Blue. Aku pengin sekolah masak di sana,” kata Frans. “Kalau sudah mapan, aku juga pengin ngajak keluarga pindah ke sana,” lanjutnya.

Namun Frans tidak mau silonjor sakdurunge lungguh. Prioritasnya terdekatnya adalah memenangi Indonesia Open yang akan digelar 3 Maret mendatang di jakarta. “Paling tidak bisa masuk final lah,” ungkapnya optimis. PortalSemarang.com

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending