Connect with us

Ada banyak film yang menarasikan buruknya dunia hukum. Dalam film-film itu digambarkan, hukum jadi sistem penindasan yang sempurna.

Mengapa sempurna? Karena dengan hukum, orang bisa melakukan penindasan  atas nama keadilan, bisa melakukan kebohongan atas nama kebenaran. Pengadilan justru jadi  alat melegitimasi kedegilan.

Orang-orang hukum, yang mestinya jadi pendekar pembela kebenaran, beralih jadi monster tamak dengan air liur yang bau dan menjijikkan. Dengan kecerdasannya mempermainkan hukum, mereka siap melahap siapa saja demi bayaran tinggi.

Tidak mengherankan kalau David Brooks, dalam buku Bobos in Paradise, mengategorikan profesi pengacara sebagai profesi pemangsa. Mereka adalah orang-orang yang meraih kesuksesan dengan memangsa pihak lain, pihak yang lebih lemah.

Perangai dalam dunia fikstif ini, agaknya, merupakan mimetis dari perangai orang hukum dalam kehidupan yang sebenarnya.

The Devil’s Advocate


Dulu ada film The Devil Advocate. Secara literal, film ini memperlihatkan modus para advokat setan beroperasi. Apa ideologi yang melatarbelakanginya.

Sebuah firma hukum merekrut pengacara-pengacara terbaik, orang dengan ambisi besar dan siap menghalalkan segala cara. Kevin Lomax adalah pngacara muda yang cemerlang itu.

Ia menikmati segala kesuksesan setelah menjadi pengacara handal di kota besar New York. Tetapi ia kemudian sadar bahwa bos besarya adalah iblis.

The Judge

Film The Judge juga menunjukkan kondisi yang sama. Seorang pengacara, dengan kemampuannya membolak-balikkan logika, bisa mempermainkan kebenarannya.

Seorang pengacara muda yang sukses di kota besar harus pulang kampung untuk membela ayahnya yang didakwa sebagai pelaku pembunuhan. Ayahnya adalah seorang hakim yang dikenal jujur.

Dengan pengalaman sebagai pengacara kondang, pengacara muda itu berusaha melakukan berbagai trik agar ayahnya terbebas.

The Whole Truth


Film yang dibintangi Keenu Reeves, The Whole Thruth, juga menunjukkan gejala yang sama. Pengacara mempermainkan keadilan dengan memanipulasi fakta-fakta persidangan.

Dengan teknik tertentu, pengacara bisa merekayasa penilaian juri. Yang salah tampak benar, yang benar jadi salah.

Pengacara bersekongkol dengan istri bosnya untuk membunuh bosnya agar bisa mendapatkan harta. Dia membuat anak bosnya menjadi terdakwa. Dengan triknya, ia bisa mengelabui juri dan membuat persekongkolannya berjalan lancar.

Bosnya, yang korban, dia tampakkan sebagai pedofilia jahat sehingga dianggap juri bertanggung jawab atas kematiannya.

The Invisble Guest

Terbaru, semalam saya baru menyaksikan The Invisible Guest, film produksi Spanyol yang disutradarai Oriol Paulo.

Sejauh ini, The Invisible Guest sudah masuk dalam daftar film terbaik yang pernah saya tonton sepanjang hidup saya.

Film ini menunjukkan kekuatan pengacara dalam menyusun dan merekayasa fakta sehingga klien yang ia ketahui nyata-nyata telah bersalah bisa melenggang bebas.

Berbagai stretegi dilakukan: memasang mata-mata di pengadilan, menyuap saksi, sampai mengintimidasi keluarga korban.

Agak melegakkan karena kejahatan hukum itu, dalam film ini, akhirnya kalah oleh seni. Keterampilan seni peran (teater) keluarga korban membuat kejahatan hukum ini terbongkar.

Sebagai hiburan, film-film di atas amat layak tonton. Tetapi efeknya tak sekadar hiburan. Saya merasakan perasaan enek, terutama karena ketidakadilan hukum ternyata bukan realutas fiksional belaka. Ada banyak di sekitar kita.

Rahmat Petuguran

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending