Oleh Almira Qori ‘Ainayya Fadia Rahma
Kasus penyebaran angka positif virus corona atau Covid-19 ini semakin hari terus meningkat. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus corona ini. Selain mengambil kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dan lockdown, sejumlah negara juga ada yang menerapkan pembentukan kekebalan kelompok atau herd immunity untuk menghentikan penyebaran infeksi virus tersebut. Seperti yang dilakukan pemerintah di Swedia.
Dilansir dari CBNC Indonesia (24/04/2020), Swedia diketahui menjalani strategi herd immunity untuk mengatasi Covid-19. Strategi yang bertujuan membiarkan sebagian orang terpapar virus untuk menciptakan kekebalan di antara kelompok umum.
Sedangkan di Indonesia beredar luas di jejaring sosial mengenai tagar herd immunity di masa pandemi ini, dikarenakan adanya pelonggaran PSBB dan pemulihan aktivitas masyarakat yang sebelumnya dihentikan dan dibatasi sekarang dibuka kembali dengan sejumlah aturan.
Pemulihan aktivitas tersebut disebut dengan tatanan baru atau new normal. New normal ini dianggap sebagian masyarakat sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menerapkan herd immunity untuk menghentikan penyebaran Covid-19.
Istilah herd immunity yang dikabarkan bisa menghentikan penyebaran virus corona ini. Sebenarnya bukan istilah yang baru dalam bidang medis, tetapi memang jarang diketahui oleh masyarakat pada umumnya.
Herd immunity atau kekebalan kelompok adalah istilah yang digunakan untuk megemukakan keadaan kekebalan suatu kelompok penduduk tertentu. Kekebalan kelompok dapat diartikan sebagai tempat sebagai tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok penduduk terhadap serangan atau penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah anggota kelompok tersebut (Widoyono,2011).
Kekebalan kelompok dianggap sebagai faktor utama dalam proses kejadian wabah dalam masyarakat, serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penduduk. Cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan kekebalan pada banyak orang adalah dengan vaksinasi. Sebagai contoh penyakit campak dan cacar air yang mewabah pada setiap periode tertentu sebelum adanya usaha imunisasi.
Keadaan tersebut terjadi karena selama berlangsungnya wabah penyakit dalam masyarakat, maka mereka rentan untuk jatuh sakit dan menjadi sumber penularan untuk anggota kelompok lainnya yang dalam kondisi rentan misalnya akibat penurunan sistem imun.
Akan tetapi karena setiap penderita akan membentuk kekebalan aktif dalam tubuhnya, maka selama wabah berlangsung banyak bekas penderita menjadi kebal sehingga proporsi anggota masyarakat yang kebal meningkat dan proses penularan penyakit lebih lambat (Wilkinson, 2006).
Namun kekebalan kelompok juga bukan sesuatu yang dapat bekerja untuk penyakit apa saja. Misalnya, banyak orang yang divaksinasi tetanus. Tetapi, jika ada orang yang tidak divaksinasi menginjak paku yang berkarat, dia masih dapat terinfeksi.
Herd immunity juga tidak selalu bertahan untuk jangka waktu yang lama. Intinya, herd immunity tidak bekerja pada semua penyakit. Herd immunity hanya bekerja untuk penyakit yang tersebar langsung di antara orang-orang (menular), seperti campak, polio, meningitis, hepatitis dan lain sebagainya. (Dr Manish Sadarangan. 2020)
Lalu, apakah herd immunity dapat menekan penyebaran Covid-19?
Untuk menekan penyebaran Covid-19, herd imunity harus didampingi dengan vaksinasi agar kekebalan bisa terus terjaga. Dilansir kompas.com (16/05/2020), Herd immunity dapat dicapai oleh komunitas atau negara hanya melalui vaksinasi. Sedangkan vaksin Covid-19 sampai saat ini belum ditemukan. Sehingga, sangat berisiko untuk dilakukan. Karena berpotensi meningkatkan jumlah orang tertular.
Jadi saat ini herd immunity tidak bisa menghentikan penyebaran Covid-19 karena belum adanya vaksin yang menyertainya. Namun terdapat cara yang dapat diterapkan untuk memutuskan rantai penularan virus corona, yaitu dengan melakukan berbagai upaya untuk mencegah penularan.
Terapkan physical distancing, mulai hidup bersih, lakukan cuci tangan secara rutin dengan menggunakan sabun, olahraga dan jaga daya tahan tubuh, serta batasi pergi ke luar rumah. Jika ke luar rumah tidak lupa menggunakan masker. Kemudian lakukan isolasi mandiri apabila mengalami demam dan batuk yang disertai dengan sesak napas, apalagi jika dalam 2 minggu terakhir berada di daerah yang banyak terpapar Covid-19.
[Almira Qori ‘Ainayya Fadia Rahma]
Artikel ini merupakan hasil latihan mahasiswa peserta didik mata kuliah jurnalistik dari jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNNES