Wisata
Yuk, Nonton Wayang Orang Ngesti Pandowo…

MENGGELAR pentas sejak era tahun 1940- an, Grup Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo telah menjadi ikon budaya Kota Semarang.
Dirintis oleh seniman kawakan semacam Sastro Sabdo, Narto Sabdo, Darso Sabdo, Kusni, dan Sastro Dirjo, ikon itu kini memasuki generasi ketiga.
Ngesti Pandowo sejatinya grup wayang orang asal Madiun. Tahun 1940, Ngesti Pandowo meniti puncak keemasannya berkat keuletan, ketelatenan, ketelitian, seniman dan seniwatinya.
Setelah mengalami masa sulit pada tahun 1945, mulai tahun 1949 sampai 1966 mereka mulai menata kegiatan. Puncaknya, ketika mereka beroleh kesempatan pentas di Istana Negara Jakarta yang dihadiri oleh Presiden RI Pertama Bung Karno.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960, Paguyuban Wayang Orang Ngesti Pandowo memeroleh piagam dari Presiden Republik Indonesia. Penghargaan berupa piagam “Wijaya Kusuma” diberikan pada tanggal 17 Agustus 1962, berkat upaya dan kiprah para seniman yang telah menghasilkan karya seni budaya yang ada di Kotamadya Semarang.
Bagaimana ceritanya Ngesti Pandowo yang awalnya berkiprah di Madiun akhirnya menetap di Semarang? Bahkan, kemudian menjadi legenda di sini?
Menurut sesepuh WO Ngesti, yakni Cicuk Sastro Sudirjo, keberadaan mereka di Semarang berawal ketika proses manggung wayang orang masih kelilingan (tobong). Mereka singgah di beberapa kota, termasuk Semarang.
Wali Kota Semarang era 1950-an, Hadi Supeno, rupanya kesengsem berat melihat kepiawaian pemain Ngesti Pandowo, baik dari solah, bawa, ataupun patrap mereka ketika manggung.
Menuruti kecintaan akan budaya serta mencegah agar Ngesti tak pindah ke mana-mana, Wali Kota kemudian membangunkan Kompleks GRIS Semarang untuk aktivitas berkesenian.
’’Nah, sejak itulah keluarga besar Ngesti Pandowo menetap di Semarang. Sampai akhirnya dipaksa pindah pada tahun 1996 setelah muncul persoalan lahan GRIS,’’ kata Cicuk.
Lantaran ’’dipinggirkan’’ atau berpindah paksa setelah persoalan lahan, awak Ngesti tercerai-berai. Sebagian tinggal di kawasan Arya Mukti, Rumah Susun Bandung Bondowoso, sementara lainnya tinggal di kawasan Banyumanik.
Namun, itu tak menyurutkan langkah awak Ngesti untuk tetap memilih wayang orang sebagai ajang berkesenian. Ngesti tetap eksis, diperkuat 85 anggota dan mempunyai jadwal tetap manggung di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) setiap akhir pekan.
Nah, jika Anda berkunjung ke Semarang, pastikan menyempatkan diri nonton. Dengan tiket Rp3.000 rupiah Anda bisa menikmati pentas Ngesti Pandowo berduarasi 1 sampai 3 jam.
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Lowongan10 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Muda & Gembira10 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira10 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira11 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus13 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim
dwi
December 7, 2012 at 10:14 am
jam berapa ya mulainya? akhir pekan itu sabtu?
Hana
September 26, 2015 at 5:49 am
Mulai jam 8 malam.
Tutut
July 31, 2015 at 11:14 pm
tiketnya rp 30.000,- bukan rp 3.000,-. itu aja masih murah untuk satu seni dan budaya yang adiluhung ini
tulus nugahadi
November 9, 2016 at 4:19 am
Lebih bagus daripada WO Sriwedari Solo yang harga tiket VIPnya cuma IDR10,00.00 apa tidak, nggih? Jadi kepengin nonton ke sana……