Connect with us

Sejarah

Masjid Layur Dibangun Pedagang Yaman

Published

on

Menelusuri jejak penyebaran Islam di Kota Semarang selalu menarik. Sisa-sisa kejayaan Islam masa itu hingga kini masih tersisa dengan bukti bangunan berupa masjid-masjid kuno. Di beberapa sudut Kota Atlas ini terdapat masjid kuno yang dibangun ratusan tahun silam.

Salah satunya Masjid Menara yang terdapat di Jalan Layur, Kampung Melayu Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Masjid ini bisa dikatakan sebagai masjid tertua. Dalam prasasti yang pernah ditemukan pada masa lampau, masjid itu dibangun pada tahun 1802 masehi.

Salah satu Imam Masjid Menara Ali Mahsun mengatakan, masjid ini dibangun oleh sejumlah saudagar dari Yaman yang bermukim di ibu kota Jawa Tengah. Para saudagar itu singgah di Semarang seiring dengan perdagangan antar negara melalui perairan.

Diceritakannya, pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar 1743 masehi, kawasan ini merupakan tempat bermukim penduduk etnis Melayu. Lambat laun, saudagar-saudagar pedagang dari Melayu itu membentuk sebuah perkampungan sehinga membutuhkan tempat ibadah.

“Iya betul. Masjid ini dibangun oleh para pedagang keturunan Arab. Menurut cerita sih para saudagar itu kebanyakan dari Yaman yang bongkar muat dagangan di Kali Berok. Lama kelamaan mereka tak sekadar dagang, tapi bermukim hingga membentuk perkampungan,” tandasnya, saat ditemui usai sholat duhur, Rabu (2/4).

Jalan Layur yang merupakan tempat masjid ini berada persis dekat Kali Berok  (Sodetan Kali Semarang). Konon dulu kali ini dijadikan perdagangan melalui perairan hingga masuk ke pusat perdagangan Kota Semarang. Sepanjang kali ini, pedagang dari berbagai negara bermukim hingga ada tak jarang juga yang menetap.

“Hingga sekarang masih banyak keturunan Arab yang masih tinggal disini (sekitar masjid, Kelurahan Dadapsari-red). Namun tak sebanyak dulu karena mereka banyak yang pindah ke daerah atas karena rumahnya terkena rob. Namun keturunan Arab itu masih berkumpul kala ada hari-hari besar di Masjid ini,” imbuhnya.

Bermotif Unik

Masjid ini telah banyak mengalami perubahan karena diterjang rob. Pada awalnya masjid ini terdiri dari dua lantai dengan dilengkapi menara yang menjulang tinggi. Ali menyampaikan bangunan lantai satu masih terlihat sekitar tahun 2000.

Karena rob terus-terusan menerjang akhirnya lantai satu diuruk sehingga tak ada lagi lantai dasar. “Saya masih ingat, sekitar tahun 2000-an, bagian lantai satu masih ada. Namun sudah tidak longgar lagi karena dasarnya dipenuhi endapan sedimentasi rob. kalau saya masuk ya harus dungkluk-dungkluk,” katanya.

Pada awalnya, bangunan lantai dua menggunakan kayu jati. Namun karena kerap terendam air akhirnya kayu lantai dua banyak yang rapuh. Kondisi demikian memaksa pengelola untuk merehab bagian lantai yang terbuat dari kayu dengan urugan yang kemudian dilapisi ubin.

Posisi Masjid Layur sendiri menghadap ke arah Kali Berok Semarang. Dinding masjid ini sangat unik. Di berbagai sudut dihiasi ornamen bermotif geometrik, dan berwarna-warni. Dari Jalan Layur, ornamen ini hanya tampak di dindingnya yang menjulang tinggi.

Bagian kanan dan kiri madjid terdapat bangunan bangunan tua dengan ukuran besar dan memiliki tembok tinggi. Karena itu, dari luar sepintas masjid ini hanya menara dan gapura yang bercat hijau dengan kaligrafi yang sudah berumur ratusan tahun. Fungsi menara adalah tempat bilal atau muazin.

Namun pada masa perang kemerdekaan sekira 1945-1949 fungsi menara sempat berubah sebagai menara pengawas pantai. Atap Masjid Layur tidak menggunakan kubah sirap yang umumnya digunakan pada masjid-masjid zaman dulu, tetapi Masjid ini memiliki atap yang berbentuk tajuk bersusun tiga dan tertutup genteng. Ceprudin

Sumber: Elsa Online

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending