Connect with us

News

Langkah Kecil Tukang Becak di Tengah Kota Semarang yang Membesar

Published

on

PORTALSEMARANG.COM. SEMARANG – Di tengah modernisasi Kota Lama Semarang yang makin dipenuhi cafe, hotel, dan wisatawan, seorang lelaki tua tampak duduk tenang di samping becaknya. Namanya Pak Ngadiri, 75 tahun, asal Demak, yang telah 10 tahun menarik becak di kawasan Jalan Letjen Suprapto.

Setiap hari, ia menunggu penumpang dari pagi hingga sore. Saat malam, ia tidur di emperan toko kosong yang sudah tak lagi digunakan. Sambil menyandarkan tubuhnya yang kurus ke sandaran becak, ia tersenyum hangat sembari menyambut siapa pun yang mendekat.

Meski zaman telah berubah, Pak Ngadiri tetap setia dengan becak kayuh. Ketika sebagian tukang becak lain beralih ke bentor atau becak motor, ia memilih bertahan dengan alasannya sendiri.

“Saya nggak kulino bentor, nggak bisa gunainnya,” katanya sambil tertawa kecil.

Kini, penumpang semakin sepi. Dalam sehari, ia hanya mengantar 2 sampai 3 orang, dengan penghasilan harian sekitar Rp20.000 hingga Rp50.000, tergantung jauh atau dekat tujuan penumpang. Tarif ia sesuaikan tanpa patokan pasti.

“Itupun jarang bisa sampai segitu. Tarifnya tergantung jauh-dekatnya. Kalau deket ya murah saja,” ujarnya.

Meskipun pengunjung Kota Lama tidak selalu ramai, Pak Ngadiri tetap datang setiap hari. Pekerjaan ini sudah jadi rutinitasnya. Jika suasana terlalu sepi, ia memilih pulang ke kampung halamannya di Demak untuk membantu bertani.

Pak Ngadiri adalah potret mereka yang masih bertahan di antara arus modernitas. Becaknya mungkin tak lagi banyak dipilih, tapi ketekunan dan kesederhanaannya memberi makna lain bagi wajah tua Kota Semarang.

Reporter : Dinda Ayu Lakhsani

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending