Connect with us

Era saat ini semakin berkembang pesatnya kemajuan teknologi. Beberapa masyarakat yang mengunggulkan potensi budaya yang berkembang di masa lalu kini mulai diambang kelelalahan. Semakin sedikit masyarakat yang mau ikut menjaga dan melestarikan budaya dan tatanan adat istiadatnya.

Budaya tidak bisa lepas dari tatanan pola kehidupan bermasyarakat. Banyak hal yang dapat dipelajari dan menghasilkan dampak baik dari adanya budaya yang mengakar kuat di masyarakat. Seperti tatanan prosesi upacara pernikahan yang berisi makna simbol yang baik untuk kedua belah pihak. Simbol budaya yang kini tanpa disadari mulai kehilangan makna karena terus mengalami penyesuaian perkembangan zaman.

Kelestarian sebuah budaya yang ada sejak dulu, bergantung pada para penerusnya. Banyak budaya yang hampir punah karena kekurangan sumber daya manusia yang mau melestarikan, namun banyak juga budaya yang masih banyak digemari oleh masyarakat. Fenomena seperti ini memang harus mendapat perhatian khusus supaya tetap dinamis dan sama-sama lestari hingga nanti.

Budaya yang sarat akan pemahaman terhadap simbol, banyak masyarakat yang tidak mengetahui apa artian dari setiap prosesi atau ritual yang dilakukan. Contohnya dalam pernikahan adat jawa , terdapat upacara panggih. Masyarakat yang tidak tahu atau hanya sekadar menggunakan upacara adat ini, melakukan setiap gerakan tanpa mengenali apa maknanya. Ironisnya, rasa keingintahuan terhadap hal itu juga rendah sehingga tiap prosesi hanya dilakukan dan terasa hambar karena kurang memahami artian yang dilakukan oleh pengantin.

Makna yang tersirat dalam Upacara panggih merupakan hal yang seharusnya dimengerti oleh masyarakat khususnya suku Jawa. Upacara yang apabila diartikan dalam bahasa Indonesia berarti temu pengantin dan didalamnya terdapat beberapa prosesi yang dilakukan. Tentunya, hal ini menjadi menarik dan terasa sakral apabila memahami maksudnya.

Balangan Gantal untuk tahap awal prosesi antara pengantin pria dan wanita menggunakan lintingan yang terbuat dari daun sirih. Memiliki makna secara umum agar tidak terjadi pertengkaran antara anak atau menantu dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Apabila ditelisik lebih dalam, tiap bahan yang digunakan juga terdapat makna, seperti penggunaan daun sirih dalam proses balangan gantal yang mengandung makna meskipun berbeda di kedua sisinya, namun saat daun digigit terasa sama. Hal ini dalam kehidupan rumah tangga akan menghadapi permasalahan secara bersama.

Ada banyak hal menarik apabila mengerti maksud dan tujuannya. Sebagai generasi muda yang cinta akan budaya, permasalahan yang terjadi dapat dilakukan dengan kegiatan yang menarik minat. Seperti banyak melakukan komunitas budaya, melakukan perlombaan bertemakan budaya, membuat buku-buku bertemakan budaya, dan masih banyak lagi.

Keyakinan akan kelestarian simbol budaya yang berkembang di Indonesia tidak sulit untuk terus lestari. Namun, solusi yang ditawarkan harus saling bekerja sama, saling melengkapi, dan memiliki rasa kecintaan lebih terhadap budaya. Jangan sampai ada penyesalan dan identitas ”kaya budaya” menjadi lenyap karena hilangnya sumber daya manusia yang merawat.

Listi Hanifah, mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Unnes

Rahmat Petuguran adalah pemimpin redaksi PORTALSEMARANG.COM. Selain aktif di dunia jurnalistik, ia juga aktif menjadi peneliti bahasa. Sebagai peneliti bahasa ia menekuni kajian sosiolinguistik dan analisis wacana. Kini sedang melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) Universitas Gadjah Mada.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending