Connect with us

Politik

Arswendo: Media Internal Harus Berani Lawan Arus

Published

on

MEDIA-media internal harus berani menyuarakan sebuah pemberitaan yang kreatif dan mampu melawan pemberitaan seragam yang dilakukan media publik sebelumnya.
Hal ini dikemukakan oleh Budayawan yang juga wartawan senior Arswendo Atmowiloto dalam seminar “Kebebasan dan Kekuasaan Pers di Indonesia pada Era Pra hingga Paska Reformasi” di Gedung teater Fisip Undip selasa (10/04).

Seminar yang diadakan oleh LPM Opini Fisip Undip itu menghadirkan 3 pembicara yaitu Arswendo Atmowiloto (Budayawandan, wartawan Senior), Triyono Lukmantoro (Dosen Komunikasi Undip) dan Sutjipto (wartawan senior) dan dimoderatori oleh Turnomo Rahardjo.

Dalam Presentasinya Arswendo selaku praktisi media menceritakan seragamnya sebuah pemberitaan yang dilakukan oleh beberapa media saat ini. Konglomerasi media selain memberitakan kepentingan masyarakat juga terkadang menyajikan sebuah berita yang merepresentasikan kepentingan Pemilik media yang bersangkutan.

Untuk meminimalisir pemberitaan yang merepresentasikan kepentingan pemilik media, dibutuhkan keberanian dari media-media internal seperti media kampus. Caranya, mereka berani menyajikan pemberitaan yang kontradiksi atas pemberitaan media yang dinilai sarat kepentingan.

“Selain Permasalahan Kepentingan pemilik media, KPI sebagai pengawas dinilai masih terlalu ompong dalam menangani beberapa permasalahan tentang media. Harusnya ditengah arus Industrialisasi media yang begitu cepat, KPI sebagai Pengawas lebih agresif dan diberikan kekuasaan yang lebih oleh eksekutif dan legislatif. Adapun peraturan yang dibuat oleh KPI harus dirumuskan secara bersama dengan melibatkan publik dan memiliki makna dan pemahaman yang sama” kata Budayawan yang menggagas sinetron keluarga cemara itu.

Pada kesempatan yang sama Triyono Lukmantoro yang juga Dosen Komunikasi Undip menekankan kembali bahwa periodesasi media di Indonesia terbagi menjadi 3.

“Masa orde lama pemberitaan di media lebih didominasi isu Nasionalis, Agamis dan Komunis. Sedangkan Orde baru mengharuskan setiap media memiliki SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) dan di masa reformasi hingga sekarang secara perlahan media telah menjadi poros kepentingan beberapa pihak,” katanya.

Meski demikian, lanjut Triyono, di sisi lain perkembangan media juga lebih memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi. Untuk menghindari pemberitaan yang sifatnya berbau kepentingan suatu pihak masyarakat diharapkan tidak megonsumsi berita namun juga mampu berperan sebagai produsen berita.

Di tempat yang sama Sutjipto sebagai mantan wartawan mengajak kepada seluruh pihak yang terlibat dalam Kegiatan Pers untuk terus menjaga kebebasan pers yang telah dirasakan. Namun pers juga perlu membuat batasan-batasan atas kebebasan pers itu tidak salah mengartikan kebebasan pers itu.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending