Selama 20 bulan menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan melahirkan banyak program inovatif. Ia berusaha membawa kembali pendidikan sebagai proses memanusiakan. Mendikbud baru Muhadjir Effendy diharapkan dapat mengakselerasi pencapaian program yang digagas pendahulunya.
Salah satu gebrakan monumental Anies adalah menghapuskan Ujian Nasional (UN) sebagai syarat kelulusan. Kebijakan berani ini disambut positif berbagai pihak, tidak hanya siswa dan guru tetapi juga orang tua dan aktivis pendidikan. Pasalnya, sejak dimulai pada 2003, UN dinilai banyak orang lebih banyak membawa mudharat ketimbang manfaat. UN membuat kegiatan persekolahan seperti arena berlatih mengerjakan soal.
Anies menyampaikan keputusan itu ketika ia hadir dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNBK) Maret 2015 lalu. Mulai tahun ajaran itu, kelulusan seratus persen ditentukan oleh sekolah. Faktor penilaian utama ada pada seluruh mata pelajaran termasuk perilaku siswa selama di sekolah. “Oleh karena itu siswa jangan menjadikan UN sebagai beban dalam proses pendidikan,” ujar Anies.
Selain itu, Anies juga memberikan pemahaman kembali bahwa UN bukan lagi menjadi syarat kelulusan utama bagi siswa. Hasil UN akan digunakan oleh siswa untuk mendaftar melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, baik itu ke sekolah SMA dan SMK, atau ke Perguruan Tinggi Negeri. Selama ini, aktivis pendidikan menilai UN telah membuat pendidikan tersimplifikasi dari “pendidikan untuk kehidupan” menjadi “pendidikan untuk tes.”
Sejak dijadikan sebagai satu-satunya syarat kelulusan, banyak siswa SMP dan SMA stres. Mereka mengalami tekanan karena jika tidak lulus UN akan mengalami kendala melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Ini bisa berbuntut panjang dengan tidak tercapainya cita-cita siswa. Suasana belajar di bawah tekanan seperti itu dinilai Anies kontraproduktif dengan semangat pendidikan yang sesungguhnya. Dalam beberapa kesempatan, ia menganalogikan pendidikan harus seperti taman: indah dan menyenangkan.
Salah satu yang menggembirakan, meski tak lagi dijadikan syarat kelulusan, nilai rata-rata UN siswa Indonesia justru naik 0,3 poin. Kecurigaan nilai UN akan rendah karena tak menjadi acuan kelulusan siswa bisa dipatahkan. Langkah berani Anies ternyata menuai hasil positif.
Dari Kurikulum Hingga Antar Anak
Selain membatalkan UN sebagai syarat kelulusan, Anies juga menunda pelaksanaan Kurikulum 2013 untuk ditunjau ulang. Kebijakan sempat menuai kontroversi karena Kurikulum 2013 yang dirancang pada era Mendikbud M Nuh baru seumur jagung. Namun demikian, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengaku bisa memahami keputusan Anies itu. Sebab, pada saat itu Kurikulum 2013 memang sangat problematik.
Tak lama berselang, Anies juga mengedarkan himbauan agar sekolah tidak lagi mengadakan masa orientasi siswa (MOS). Dasarnya, MOS seringkali tidak produktif karena jadi ajang kekerasan dan iseng kakak kelas kepada adik kelasnya. Siswa baru yang berangkat ke sekolah untuk belajar malah dipermainkan dengan dandanan konyol. Menurut Anies, hal itu tidak relevan dengan tujuan pendidikan.
Anies tetap melarang MOS meskipun kegiatan itu dijalankan oleh pengurus OSIS, siswa yang memiliki pengalaman organisasi. “Meski pelaksananya anggota OSIS, akan tetap kami larang. Mulai tahun ini (pengenalan sekolah) harus dilakukan oleh guru atau pengajar,” kata Anies.
Pelarangan MOS oleh siswa diterapkan mengingat rawannya aksi pelonco atau bullying, bahkan kekerasan yang dilakukan senior terhadap adik kelasnya yang baru masuk sekolah, pada kegiatan itu. Menurut Anies, konsep kegiatan pengenalan sekolah sudah saatnya diubah dengan memutus salah satu masalah utama dalam lingkungan sekolah, yaitu kekerasan.
Sejumlah sumber menyebut, Anies mengambil keputusan itu karena banyaknya laporan kekerasan, baik psikis maupun fisik, yang dialami murid baru saat memasuki tahun pertama sekolah. Beberapa kali kasus kekerasan saat MOS bahkan berakibat fatal, yakni kematian siswa. “Ini tidak bisa lagi dibiarkan karena tidak ada orang tua yang ingin mengantar anaknya ke sekolah dalam kondisi bahagia, tetapi menjemputnya dengan kondisi yang menyedihkan,” kata Anies.
Terbaru, Anies juga menghimbau kepada orang tua untuk mengantar anaknya pada hari pertama berangkat sekolah. Kebijakan ini terdengar sederhana, tetapi disambut positif oleh masyarakat. Dengan mengajak masyarakat mengantar anaknya ke sekolah, Anies sedang berusaha melibatan mereka dalam proses pendidikan formal secara resiprokal. Dengan begitu, dialog antara orang tua dan guru tercipta. Usaha ini bisa tepat sasran karena selama ini, komunikasi antar guru dan orang tua sangat jarang dilakukan. Lazimnya, orang tua hanya bertemu guru satu semester sekali saat mengambil buku rapor.
Masyarakat menyambut program Anies yang satu ini dengan antusias. Ramai-ramai, masyarakat mengantar anaknya masuk sekolah pertama kali pada 18 Juli lalu. Orang tua yang tak pernah kepikiran melakukan hal itu sekalipun, ikut mengantar anak ke sekolah. Tindakan sederhana ini, menurut Anies penting, jika dimaknai sebagai bentuk kepedulian sekaligus usaha menjalin komunikasi dengan guru. Tidak sekadar mengantar dalam arti fisik.
“Antarkan anak ke sekolah pada hari pertama itu penting. Bangun komunikasi dengan guru agar bisa mengetahui perkembangan dan potensi anak-anak sekalian,” terang Anies dikutip Tempo. Anies menuturkan, dengan adanya komunikasi antara orang tua dan guru, jika suatu saat terjadi masalah, tidak perlu diselesaikan dengan jalur hukum. “Penyelesaian masalahnya tidak akan sendiri-sendiri,” tuturnya.
Untuk meningkatkan kualitas guru, Anies juga menempuh cara unik. Alih-alih memebuat kebijakan yang menekan, ia justru meluncurkan Komunitas Guru Pembelajar. Melalui komunitas itu, ia ingin para guru berkelompok untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilannya. Sifat pembelajar, menurutnya, merupakan sifat yang harus ada pada semua baik guru maupun murid. Dengan demikian, para guru bisa beraktualisasi diri dengan zaman yang terus berkembang.
Dalam pelaksanaannya, Komunitas Guru Pembelajar dilaksanakan dengan menggunakan tiga moda yaitu tatap muka, dalam jajaring penuh, dan moda kombinasi keduanya. Dalam moda tatap muka menggunakan modul cetak, sedangkan moda dalam jaringan menggunakan modul, lembar kerja, dan lembar informasi yang disusun dan disajikan secara digital. Meski belum lama digagas, program ini tampak akan berkembang baik. Di berbagai kabupaten dan kota kini mulai berdiri KGP. Saat awal diluncurkan, jumlahnya sudah mencapai 1.263 peserta.
Apresiasi Publik
Berbagai kebijakan Anies selama menjabat diapresiasi banyak kalangan, meski ada pula yang bersikap kontra. Sejumlah tokoh memuji keberanian dan kecerdikan Anies dalam mengelola pendidikan di Tanah Air. Tak kurang, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pun memuji Anies. Ketika Anies melarang MOS, Ahok termasuk yang mendukung.
“Pak Anies menyejajarkan kita dengan bangsa lain. Beliau juga lulusan luar negeri. Jadi konsepnya juga bagus,” kata Ahok. Ia menilai ada konsep pendidikan Indonesia yang belum tepat sehingga Anies mengeluarkan Surat Edaran penghapusan MOS. Mantan Bupati Belitung Timur itu juga menyebut, tradisi mengantar anak ke sekolah merupakan tradisi baik sudah dipraktikan di sejumlah negara maju.
Arras Soetikno, seorang orang tua siswa di Semarang, juga menyampaikan apresiasi yang sama. “20 bulan kami merasakan dipimpin orang yang benar-benar mengerti bagaimana pendidikan itu dijalankan di negeri ini. Terimakasih Pak Anies, Bapak adalah salah satu menteri pendidikan terbaik yang pernh ada di negeri ini. Terimkasih untuk ide guru pembelajar dan tentunya ide-ide brilian lainnya,” katanya.
Kepada penggantinya, Anies berharap berbagai inovasi yang ia mulai dapat dilanjutkan. Beberapa saat setelah serah terima jabatan, ia berterus terang telah menitipkan program kerja ke penggantinya, Muhdjir Effendy. Dia berharap, program-program yang pernah digagasnya tidak sekadar dilanjutkan, tetapi diakselerasi karena penting bagi masa depan anak bangsa.
Dalam jumpa pers usai pelantikan, setidaknya ada tiga program yang secara verbal dititipkan Anies kepada penggantinya. Pertama, soal akses melalui program Indonesia pintar. Ia ingin Kartu Indonesia Pintar (KIP) bisa memperluas akses pendidikan, terutama kepada anak-anak dari keluarga miskin, Kedua, Anies juga berharap program budi pekerja juga diteruskan.
“Program budi pekerti yang sudah dijalankan juga harap diteruskan. Apalagi kemarin kami sudah menyiapkan tahun ajaran baru tanpa adanga perpeloncoan, meski masih ada satu atau dua yang ditemukan. Sekarang anak tak takut lagi dan suasana sekolah aman dan nyaman,” paparnya.
Selain di pendidikan, Anies juga mengungkapkan ada agenda penting menyangkut kebudayaan. “World Culture Forum butuh perhatian khusus. Cagar budaya juga masih dibutuhkan pendataan dan penanganan yang baik.”
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Muda & Gembira9 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira9 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Lowongan9 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus12 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim