Oleh : Sumayyah Syahidah
Semakin lama pembelajaran daring semakin banyak memperoleh tuntutan dari orang tua murid kepada pihak sekolah
Pada tanggal 16 Juni 2020, Kemendikbud RI melakukan pers melalui siaran langsung di Youtube mengenai “Penyelenggaraan Pembelajaran Tahun Ajaran dan Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19”, dalam siaran tersebut menteri pendidikan dan kebudayaan Nadiem mengatakan bahwa rencana sekolah akan mulai dibuka kembali pada Juli 2020. Untuk sekolah yang masih berada di zona kuning, oranye, dan merah dilarang untuk melaksanakan pembelajaran secara tatap muka. Yang artinya pembelajaran jarak jauh masih akan diteruskan untuk zona tersebut. Dan untuk sekolah yang berada di zona hijau sudah boleh melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dengan protokol kesehatan yang berlaku.
Dilansir dari nasional.kontan.co (16/06/20) wilayah di Indonesia hanya 6 persen yang berada di zona hijau. Sisanya sebanyak 94% masih berada di zona kuning, oranye, hingga zona Merah. Yang artinya sebagian besar sekolah masih akan tetap melanjutkan kegiatan pembelajaran secara daring.
Adanya kebijakan perpanjangan pembelajaran daring membuat sebagian orang tua merasa dirugikan. Terutama orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Perpanjangan kebijakan ini membuat orang tua banyak menuntut kepada pihak sekolah. Terutama mengenai biaya pendidikan atau SPP yang harus tetap dibayarkan full meski pembelajaran dilaksanakan secara daring. Selama proses pembelajaran daring di semester genap ini orang tua meminta agar biaya pendidikan atau SPP yang sudah dibayarkan penuh di awal semester untuk dikembalikan setengahnya.
Mengingat anak mereka tidak menggunakan sarana dan prasarana sekolah dan beranggapan bahwa selama pembelajaran daring ini guru tidak melakukan tugasnya secara maksimal sehingga mereka meminta uang SPP dikembalikan setengahnya. Untuk semester gasal yang akan datang, banyak orang tua yang menuntut pihak sekolah agar biaya SPP juga dibayarkan hanya setengah saja. Karena orang tua merasa keberatan jika harus membayarkan SPP secara penuh sedangkan pembebelajaran daring masih berlanjut. Tak hanya, itu orang tua juga meminta agar sekolah memberikan subsidi kuota untuk menunjang pembelajaran daring. Lalu apakah semua tuntutan tersebut harus dituruti oleh pihak sekolah?
Banyaknya tuntutan orang tua mengharuskan pihak sekolah juga bersikap tegas agar tidak kalah dengan banyaknya tuntutan orang tua, yang mana jika semua tuntutan tersebut dituruti akan berdampak pada kerugian sekolah. Padahal dari pihak sekolah sendiri masih banyak pengeluaran yang masih harus ditunaikan. Misalnya adalah gaji guru, untuk sekolah swasta tidak ada pemotongan untuk gaji guru. Selain itu, biaya untuk perawatan sarana prasarana sekolah. Walaupun tidak digunakan tetapi sarana sekolah harus tetap dijaga agar tidak rusak dan kotor. Belum lagi jika masih ada SPP yang belum terbayarkan lunas oleh orang tua dan terjadi tunggakan. Padahal gaji guru diambil dari SPP yang dibayarkan oleh orang tua murid.
Untuk menyikapi permintaan orang tua mengenai pengembalian uang SPP, dari pihak sekolah bisa mensiasati dengan memotong uang kegiatan pada bulan Maret sampai Juni dan dialokasikan untuk biaya pendidikan pada semester yang akan datang. Karena dengan adanya pandemi ini acara atau kegiatan di luar pembelajaran yang masuk dalam biaya pendidikan tidak terlaksana. Dengan begitu orang tua hanya perlu membayar sisanya saja untuk semester yang akan datang. Selain itu menyikapi tuntutan subsidi kuota, pihak sekolah bisa mengambil dari uang ekstratkurilkuler. Mengingat selama pandemi tidak ada eksul yang dilaksanakan
Biaya operasional juga sedikit banyak berubah. Misalnya seperti listrik, air, telpon dan sebagainya penggunaannya berkurang bahkan tidak terpakai. Pihak sekolah bisa mengambil uang dari biaya opersional untuk dialihkan ke biaya pendidikan semester depan. Jadi kebijakan yang dibuat oleh sekolah tidak secara langsung di rasakan oleh orang tua, tapi keringanan tersebut nyata dan saling menguntungkan kedua belah pihak.
Di sini dari pihak orang tua dan pihak sekolah, harus memiliki komunikasi yang baik agar sekolah dalam menjelaskan kebijakannya dapat diterima oleh orang tua. Pihak sekolah secara terang terangan harus menyatakan siap bekerjasama dengan orang tua karena dirinya pun membutuhkan dukungan dari orang tua. Jika perlu, sekolah menjelaskan regulasi keuangan secara transparan kepada orang tua agar orang tua paham maksud dari kebijakan yang di keluarkan oleh sekolah.
Tak lupa guru juga harus tetap berkomitmen melaksanakan tugasnya walaupun work from home, agar orang tua tidak perlu beralasan bahwa gaji guru yang diberikan tidak layak karena mereka tidak menjalankan tugasnya secara maksimal. Dalam menentukan kebijakan, pihak sekolah juga tidak bisa membuat kebijakan berdasarkan satu kacamata saja. Di musim pandemi ini tidak sedikit orang tua yang mengalami penurunan ekonomi bahkan korban PHK perusahaan. Maka sekolah juga dalam membuat kebijakan terutama mengenai biaya sekolah harus berdasarkan pertimbangan yang matang, agar tidak ada pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan.
[Sumayyah Syahidah]
Opini ini merupakan hasil belajar peserta mata kuliah Jurnalistik jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan FIP UUNES.
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Muda & Gembira9 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Muda & Gembira9 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Lowongan9 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus12 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim
Muhammad Amri Hakim S
June 22, 2020 at 9:42 am
Makasi gan infonya 👍