Wisata
Pecinan Semarang, Kawasan yang Butuh Perawatan

JANGAN bayangkan Pecinan Semarang seperti China Town dalam film-film Barat. Tak terdengar musik huayu di sudut-sudut gang di sana. Kenyataannya, engkoh-engkoh dan tacik-tacik lebih suka berbahasa Indonesia. Rata-rata mereka malah elok ber-ngoko Jawa.
Beberapa penggal nukilan dari buku ’’Pecinan Semarang dan Dar-Der-Dor Kota’’ karya Tubagus P Svarajati ini begitu renyah untuk disimak. Dalam buku dengan ketebalan 250 halaman ini bisa didapati beragam kritik sosial yang terkadang hadir secara kasar, sinis bahkan penuh ledekan. Kritik-kritik sosial ini dibungkus dalam tulisan esai yang sudah dipublikasikan oleh berbagai media cetak nasional maupun regional.
Buku kumpulan esai Tubagus ini pun kemarin dibedah di Program Magister Lingkungan Perkotaan (PMLP) Universitas Katholik (Unika) Soegijapranata, dengan menghadirkan Rukardi (Pemimpin Redaksi Tabloid Cempaka) sebagai pembahas dan dimoderatori Donny Danardono (Dosen Filsafat Unika).
Rukardi menyampaikan, buku ini memuat 48 esai yang pernah dimuat di Suara Merdeka, Wawasan, Koran Tempo, Kompas Jateng, National Geographic Traveller, serta diunggah di weblog svarajati.blogspot.com, gangcilik.blogspot.com dan facebook. Tulisan tentang Pecinan sendiri, lanjutnya, mendapat porsi paling banyak, mengingat sang penulis 30 tahun tinggal di kawasan itu.
’’Banyak gagasan yang dilontar Tubagus pada bagian ini, mulai dari hal spesifik seperti perlunya mewarnai Pecinan dengan seni mural, mendesaknya penertiban parkir Pasar Gang Baru, menggagas Festival Pecinan hingga gagasan besar terkait revitalisasi Pecinan Semarang,’’ kata penulis buku Remah-remah Kisah Semarang ini.
Soal revitalisasi, Tubagus banyak mengkritik konsep yang selama ini dijalankan Komunitas Pecinan Semarang untuk Pariwisata (Kopi Semawis). Menurut Tubagus, revitalisasi butuh cetak biru yang jelas. Ia menyangsikan Kopi Semawis memiliki, lebih-lebih menggunakan cetak biru itu sebagai dasar acuan.
Apa yang dilakukan kelompok itu, tulis dia, belum bisa disebut sebagai ikhtiar revitalisasi. Sebab, Waroeng Semawis yang digelar rutin tiga malam di akhir pekan dan Pasar Imlek Semawis (PIS) yang dilaksanakan pada perayaan Imlek, misalnya, baru sampai tataran menciptakan kelimun alias keramaian.
Hadir pada kesempatan itu Djawahir Muhammad (budayawan), Jongkie Tio (tokoh Pecinan) dan Harjanto Halim (Ketua Kopi Semawis).
Sumber: Suara Merdeka
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Lowongan10 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Muda & Gembira10 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira10 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus13 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim