Connect with us

Di masa pandemi seperti sekarang, harus pinter-pinter pilih kegiatan di rumah biar keluarga nggak bosen. Selain nonton film dan baca buku, aktivitas rumahan yang paling asyik adalah main game. Tapi milih game itu juga nggak gampang, apalagi yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan anak.

Kalau buat orang dewasa, pilih game sih gampang. Asal seru dan menyenangkan, bisa langsung dipilih buat dimainkan. Tapi pilih game buat anak ini nggak gampang lho. Biar nggak ada efek buruk yang menyertai, orang tua harus selektif memilihkan.

Di internet sekarang ini, banyak sekali permainan gratis yang ditawarkan. Tapi jangan asal pilih saat menentukan game buat anak.

Kalau saya pribadi, ada lima kriteria yang harus diperhatikan saat memilih game untuk anak. Tiap orang bisa saja punya pertimbangan lain, tapi lima hal ini menurut saya pertimbangan dasar yang nggak boleh dilewatkan.

Pertama, ada kandungan kekerasan?

Sudah ada banyak riset yang menunjukkan kekerasan dalam video game bisa merangsang perilaku agresif pada anak, baik verbal maupun nonverbal. Temuan ini menurut saya sangat masuk akal karena anak adalah peniru yang ulung. Mereka meniru tindakan dari orang-orang yang sekitar, termasuk orang-orang yang ditonton lewat televisi dan game.

Kekerasan tidak harus dalam bentuk perang atau perkelahian, tapi kekerasan verbal juga berbahaya buat anak. Misalnya omongan kasar.  Kekerasan juga bisa dalam bentuk tidakan pengucilan, pengabaian, dan penolakan lho.

Nah, untuk memastikan anak-anak tidak meniru perilaku buruk itu, game yang mereka mainkan harus nol persen dari perilaku kekerasan. Pilih game konstruktif yang menjadikan persahabatan sebagai value. Kita harus biasakan anak-anak bekerja sama, memahami satu sama lain, nggak harus selalu berkompetisi apalagi saling mendominasi.

Kedua, bahasa yang dipakai santun tidak?

Ada game yang tokohnya berbahasa kasar. Mereka memaki-maki tokoh lain seolah-olah omongan itu sudah jadi sesuatu yang wajar di antara mereka. Ini menurut saya sama sekali nggak cocok untuk anak.

Biar bagaimana pun, anak-anak Indonesia akan tumbuh dan berkembang dalam komunitas yang menghargai kesantunan. Mereka harus dibiasakan menghargai dan menghormati orang lain lewat tutur kata.

Kata-kata kasar itu menunjukkan kalua kepribadian seseorang itu keras dan agresif. Kita sebagai orang tua tentu saja tidak pengin begitu. Kita ingin anak-anak bisa berbahasa secara santun sesuai konteks masyarakatnya hidup.

Ketiga, apakah game menimbulkan efek kecanduan?

Sesuatu yang menyenangkan sebenarnya selalu punya efek candu. Tidak Cuma pada anak-anak sih, tapi juga orang dewasa. Buktinya, orang dewasa banyak yang kecanduan rokok. Ada yang kecanduan minuman keras, sampai ada yang kecanduan makanan enak seperti sate kambing dan tongseng seperti saya.

Kita perlu pikirkan betul apakah game untuk anak ini akan menimbulkan kecanduan atau tidak. Untuk mengeceknya, kita bisa lihat fitur-fitur yang ada di game tersebut. Apakah game itu menuntut perilaku tertentu untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya atau tidak.

Perilaku kecanduan juga bis akita amati pada perilaku di pemakai game. Orang yang kecanduan selalu ingin memainkan game tersebut tanpa peduli waktu, entah waktunya makan, salat, belajar, semua ingin dihabiskan dengan main game. Anak-anak yang kecanduan game juga cenderung tidak tenang dan tidak fpkus saat tidak memagang gadget mereka. Seolah jiwa dan pikirannya tertinggal di game tersebut.

Keempat, apakah harus beli fitur baru atau sekali bayar?

Kalau game memang bagus, nggak masalah sih orang tua mengeluarkan uang untuk membelinya. Demi anak. Tapi kita juga harus hati-hati dengan beberapa tipe game yang mengharuskan penggunanya harus membeli fitur-fitur baru untuk melanjutkan permainan.

Jenis permainan begini menurut saya nggak cocok untuk anak-anak. Pertama, anak in ikan cenderung imuplsif, jadi sering pengin beli sesuatu hanya karena mereka menginginkannya. Perilaku impulsive begini kurang bagus. Kedua, ya boros duit sih. Jangan-jangan uang jajan mereka malah dipakai buat beli fitur baru di game tersebut.

Masih inget kan dengan polah beberapa anak yang belanja voucher game di Indoma**t sampai ratusan ribu? Sampai-sampai orang tuanya marah ke kasir minimarket itu. Peristiwa itu menurut saya terjadi karena tipe game yang dimainkan anak memang nggak cocok buat mereka. Mending beli game yang satu paket lengkap deh.

Kelima, harus ada unsur belajarnya.

Saat masa pandemi kayak begini, anak-anak memang bosen juga kalua harus tinggal di rumah. Apalagi belajar online terus seharian.

Nah, aktivitas belajar ini sebenarnya bisa diganti dengan game, asal game itu memang mengandung unsur edukatifnya.

Bentuk pembelajaran di game bisa saja sangat sederhana, tergantung usia anak. Ada yang cuma menstimulasi anak bicara, membaca, menghitung, menyelidiki, atau keterampilan dasar lain.

Nah itu itu dia lima hal yang harus selalu dipertimabngkan saat memilih game untuk anak. Inget ya, anak-anak ini mahkota keluarga. Jangan sampai pertumbuhan dan perkembangannya terganggung hanya karena kita pilih salah game mereka.

Semoga bermanfaat.

Rahmat Petuguran adalah pemimpin redaksi PORTALSEMARANG.COM. Selain aktif di dunia jurnalistik, ia juga aktif menjadi peneliti bahasa. Sebagai peneliti bahasa ia menekuni kajian sosiolinguistik dan analisis wacana. Kini sedang melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) Universitas Gadjah Mada.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending