Connect with us

Tokoh

Mengenal Prof Soesanto, Mantan Rektor Unimus yang Terpilih sebagai Ketua Senat Unnes

Published

on

Secara aklamsi, Profesor Fakultas Teknik yang juga mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) Prof Dr Soesanto MPd barus aja terpilih menjadi Ketua Senat Universitas Negeri Semarang.

Profesor pada Jurusan Teknik Mesin ini dikenal sebagai sosok yang santun berwawasan luas. Di mata mahasiswa dan alumni Teknik Mesin, ia dikenal sangat tekun dan militan mengajar. Itu karena Prof Soesanto menganggap komitmen mengajar adalah janjinya kepada Tuhan.

Berikut kisah hidup Prof Soesanto seperti dapat dibaca pada buku Hikayat Begawan dari Kampus Sekaran.

 

***

PERAYAAN kelulusan di Sekolah Rakyat (SR) Noyotaman, Kota Pekalongan, berlangsung meriah pada pertengahan tahun 1960-an. Sebuah kelas disulap jadi tempat syukuran. Meja-meja ditutup dengan taplak batik. Siswa kelas VI yang baru saja menyelesaikan ujian akhir sekolah datang dengan riang. Mereka datang bersama orang tua masing-masing dengan mengenakan baju terbaik.

Soedarsono, laki-laki sepuh, naik ke panggung kecil beberapa lama setelah acara dibuka. Dia kepala sekolah. Soedarsono mengumumkan siswa terbaik angkatan itu: Soesanto.

Mendengar namanya disebut tentu saja bocah itu girang. Bersama kedua orang tuanya Soesanto naik panggung menerima bungkusan berisi buku.

Soesanto patut bangga lulus dengan predikat lulusan terbaik. Pasalnya, sebelum merampungkan pendidikan SR ia harus tiga kali pindah sekolah.

SR pertama adalah SR Kalibanger, Sentono. Di sekolah ini Soesanto sekolah ampai kelas tiga karena sekolahnya terbakar. Ia pindah ke sekolah darurat di Sentono. Belum lama di sana ibunya memindahkan Santo ke SR Noyontaman.

Selama sekolah Santo menonjol di mata pelajaran mencongak. Mencongak adalah pelajaran berhitung secara lisan. Siswa dilatih menghitung dalam pikiran, tanpa alat bantu apa pun. Guru biasanya membacakan soal berupa penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian. Siswa diminta menjawab tanpa oret-oretan, juga tanpa alat bantu lain.

Karena kemampuannya ini Santo dekat dengan Bu Supartini, gurunya di kelas 3. Beliau memberi perhatian besar. Berkali-kali Bu Supartini memotivasi Santo dengan mengatakan suatu saat Santo bakal jadi orang cerdas. Meski begitu, Bu Sapartini tak segan memarahi Santo jika ia melakukan kesalahan.

“Bahkan beliau sering memukul saya. Tapi bukan pukulan yang keras. Memukul dengan cara dicabek,” kenang Santo.

Perhatian itu membuat Santo kecil termotivasi. Ia ingin bisa jadi lebih baik dari hari ke hari.

Selain dengan Bu Supartini Santo terkesan dengan Bu Sironah dan Pak Prayitno. Keduanya guru agama. Berkat kedua guru itu pelajaran agama menjadi begitu menarik bagi Santo dan rekan-rekannya.

Pak Prayitno bahkan bisa membuat siswa terharu jika ia menceritakan kisah Rasul. Tarikh Rasul atau kisah perjalanan Rasulullah Muhamad SAW dibawakan dengan sangat apik. Pak Prayitno menceritakan perjuangan Rasulullah, dari bagaimana ia lahir dalam suasana kekurangan, tumbuh bekerja keras, hingga ketika Rasul kerap didzalimi ketika pertama kali mendakwahkan Islam. Saking harunya siswa kerap menangis. Mereka terdiam menyimak cerita dan tak sadar mendapati pelupuk mata sudah basah.

Para guru di SD, bagi Santo, punya peran yang mendalam dalam membesarkan intelektual dan spiritualnya. Berkat itu, dunia anak-anaknya terasa bermakna. Pendidikan di sekolah berpadu dengan pendidikan di rumah.

Ayah Santo ABRI dengan pangkat terakhir pamen. Ibunya rumah tangga. Ibunya pernah kerja jadi sekretaris di sebuah pabrik gula di Jogja namun berhenti kerja setelah berumah tangga. Dia perempuan yang cerdas dan terampil.

Bersama orang tua dan kakak-kakaknya Santo tinggal di komplek militer di Kalibanger. Jaraknya hanya sepelemparan batu dari Pasar Batik Setono.

Seperti rumah dinas militer lain, rumah yang Santo tinggali sebenarnya tak terlalu besar . Tapi rumah itu punya halaman luas . Rumah juga dikelilingi banyak pohon besar. Ada pohon kersen, prambors, dan rambutan. Rimbun sekali.

Tidak jauh dari rumah ada kolam-kolam kecil yang diisi ikan mujair. Di tepinya tumbuh tanaman senthe, jenis talas yang saking lebar daunnya cukup untuk berteduh dua orang. Di belakang rumah terhampar sawah yang luas, juga sungai yang deras. Air di sana cukup bersih, nyaman untuk dus-dusan.

Bagi Santo kecil lingkungan seperti itu menjadi tempat main yang sempurna. Ia sangat menikmati “berkah” itu, nyaris tak melewatkan satu pun untuk bermain. Penekan pohon kersen sekali waktu, Santo lalu renang di waktu lain. Mancing di satu hari, ia lalu menyusuri sawah di hari lain. Berkali-kali ia jatuh dari pohon kersen tapi tak pernah kapok.

Kondisi rumah demikian tidak hanya dinikmati Santo. Teman-teman sekelasnya kerap datang untuk mengajaknya bermain bersama. Di SR Noyotaman Santo satu kelas dengan 20 siswa. Mereka akrab, meski datang dari latar belakang keluarga yang berbeda. Santo yang anak tentara tak canggung bergaul dengan anak pengusaha. Anak pengusaha tak canggung dengan anak notaris. Di antara mereka ada pula anak tukang becak dan sopir truk. Namun, latar belakang keluarga tak pernah mengganggu hubungan mereka.

“Saya merasakan hubungan yang sangat dekat dengan mereka. Saya sangat menyayangi mereka. Dan tampaknya mereka juga menyayangi saya,” kenang Santo.

Meski begitu, Santo dan kawan-kawan tak selamanya akur. Tidak jarang saling ledek. Jika ada salah satu anak yang tak senang, pertengkaran tersulut. Sesekali pertengkaran itu berakhir dengan perkelahian walau beberapa hari kemudian mereka kembali berbaikan.

Daryono, Muhadi, Bisri, Irfani, dan Diah adalah teman karib Santo. Suatu pagi di musim liburan mereka pernah menjelajahi pantai bersama-sama. Dari rumah di Kalibanger mereka berjalan melintasi persawahan ke arah utara. Setelah sampai, mereka dusdusan, bermain pasir, juga berburu kerang. Terlalu asyik, mereka baru akan pulang menjelang petang. Beruntung bagi Santo, ayahnya tak pernah mempersoalkan itu. Ia nyaris tak pernah kena marah karena kegiatan adventure-nya bersama teman-teman.

Selepas SR Santo sebenarnya punya kesempatan masuk di SMP 1 Pekalongan. Pada masa itu SMP 1 adalah sekolah terbaik di kota batik. Reputasi sekolah itu baik sehingga anak-anak berebut masuk sekolah ini. Santo yang sudah diterima di SMP itu ternyata memilih sekolah di SMP 3 Pekalongan. Kedua sekolah ini terletak di jalan yang sama. Alasanya sederhana: teman-teman sepermainan banyak yang masuk ke SMP 3.

Di sekolah ini Santo banyak belajar tentang pluralitas. Sejak dulu Pekalongan memang dikenal sebagai kota santri. Namun, warga etnis Tionghoa juga banyak jumlahnya.

Siswa di SMP 3 Pekalongan berasal dari latar kesukuan yang beragam. Jumlah terbanyak tentu saja Jawa, tapi siswa keturunan Arab juga cukup banyak. Begitu pula siswa keturunan China. Dalam kelas yang ditempati Santo saja ada lebih dari 10 siswa keturunan China. Mereka guyub meski pada masa itu sentimen terhadap warga Tionghoa di Pekalongan cukup kuat.

“Ada sekolah China yang dibakar. Tapi kami tidak pedulikan hal-hal itu. Dunia kami adalah dunia anak-anak. Kami tetap bermain bersama-sama di lingkungan yang plural.”

Hingga sekolah SMP-nya kelar Santo nyaris tak punya masalah dengan urusan akademik. Semuanya berjalan lancar. Ia baru bimbang setelah lulus SMP. Dia ragu untuk masuk SMA 1 Pekalongan atau sekolah kejuruan.

Kedua orang tua mendorong Santo masuk SMA 1 Pekalongan. Sebagaimana SMP 1, SMA 1 punya reputasi bagus. Karena satu-satunya SMA negeri SMA 1 Pekalongan sangat diminati anak-anak. Persaingan masuk ke sana pun sangat ketat. Rasio siswa diterima dengan pendaftar bisa mencapai 1: 20.

Santo sebenarnya sudah diterima di SMA 1 Pekalongan. Namanya tercantum di daftar siswa baru yang lolos seleksi. Tapi ia tak segera ambil kesempatan itu. Diam-diam ia punya keinginan masuk sekolah kejuruan agar bisa membuat produk-produk bermesin.

Ketertarikan Santo pada mesin berawal dari hobinya membaca. Sejak SMP ia terbiasa mengisi waktu luang dengan membaca. Jenis bacaannya pun beragam. Ia membaca majalah-majalah militer yang dibawa ayahnya hingga buku Di Bawah Bendera Revolusi karya Bung Karno. Padahal buku Bung Karno itu sangat tebal. Ketebalannya hampir sama dengan panjang jari telunjuk laki-laki dewasa. Biografi Bung Karno yang ditulis Cindy Adam, Penyambung Lidah Rakyat, juga sudah ia khatamkan sebelum ia masuk SMA.

Di rumah Santo juga tersedia majalah. Kakaknya sering berkorespondensi dengan beberapa kedutaan yang secara berkala mengiriminya majalah. Di salah satu edisi majalah itu muncul bahasan tentang senjata. Ada ulasan tentang tank disertai gambar besar yang menyita perhatian. Juga, ada gambar helicopter, lengkap dengan penjelasan struktur mekanikalnya.

Dari situlah ketertarikan Santo pada dunia mesin tumbuh. Dia pengin suatu saat bisa membuat alat-alat semacam itu.

Lantaran ambisi jadi ahli mesin itu lah Santo memutuskan masuk SMK di Pekalongan. Ini keputusan berani, bahkan nekat, sebab berlawanan dengan persepsi banyak orang. Saat ratusan anak mengidamkan masuk ke SMA 1 Pekalongan ia justru meninggalkannya. Lebih-lebih, SMK yang kemudian ia pilih dikenal punya siswa yang nakal.

“Ayah sempat gela. Beliau minta saya untuk sekolah di Semarang saja, di SMA 1, supaya bisa melanjutkan ke Fakultas Kedokteran.”

Meski begitu, ayah dan ibu Santo tetap memahami kemauan anak mereka. Mereka tetap membiarkan Santo masuk ke STM.

Dulu ia sempat berpikir untuk mendobel sekolah. Ia juga ingin mencicipi bangku SMA. Namun, akhirnya keinginan itu ia urungkan karena memperhitungkan jam sekolah SMK yang hingga sore hari. Hari demi hari ia jalani di SMK dengan keseriusan yang tinggi. Ilmu tentang mesin bukan hal yang gampang dan baginya tabu untuk menggampangkannya. Butuh ketelitian kelas wahid untuk merakit mesin. Bayangkan saja jika sebuah mesin dirakit berdasar pada pengetahuan yang dangkal dan asal-asalan. Tidak ingin hal itu terjadi, ia semakin semangat belajar mengenai mesin. Tidak ada kata bermalas-malasan dalam kamusnya.

Selama ia bersekolah di sekolah menengah kejuruan ini ia banyak membaca buku-buku fisika SMA yang memang materinya tidak diajarkan di SMK. Ia menyadari bahwa sudah seharusnya siswa lebih aktif melengkapi ilmu. Pantang baginya untuk puas dengan ilmu yang ia dapatkan. Ia percaya semua ilmu itu akan berguna baginya dan masyarakat suatu hari nanti.

Keluarga menyadari betul akan pribadi Santo yang senang belajar sendiri. Sejak belia, ia sudah melahap berbagai macam jenis buku dari agama, filsafat, sejarah, kesehatan, teknologi dan buku-buku lainnya. Kecintaannya terhadap buku berawal dari kebiasaan ayahnya membelikan buku. Meskipun berlatar belakang militer, sang ayah adalah pecinta buku dan kecintaan ini pun menurun pada putra-putranya.

Latar belakang militer bukan berarti tidak ada demokrasi dalam keluarganya. Justru demokrasi tumbuh subur di keluarga ini. Hal ini terbukti dengan direlakannya sang kakak untuk turut terjun di ladang militer mengikuti jejak sang ayah. Padahal, sebenarnya ayah mereka lebih senang jika anaknya menjadi seorang pengajar. Sang ayah jelas memahami betul bahwa satu profesi harus dilakukan dengan penuh kecintaan dan mustahil kecintaan akan muncul dengan sempurna dengan pemaksaan kehendak.

Pada akhirnya kekecewaan sang ayah terobati dengan keputusan Santo melanjutkan studi di pendidikan teknik mesin. Seakan ia merasakan tangan Tuhan mengubah jalan hidupnya bahkan mengarahkannya untuk memilih prodi pendidikan bukannya murni seperti yang sebelumnya ia rencanakan. Santo memutuskan untuk menjadi seorang pendidik. ”Tak menjadi dokter atau insinyur tak apa. Menjadi guru bukankah juga tak kalah mulia?” Pikirnya. Tiga tahun mengenyam pendidikan di bangku SMK, Soesanto melabuhkan pilihan di IKIP Yogyakarta. Ia percaya bahwa manusia menuju nasibnya masing-masing. Semua sudah direncanakan oleh Sang Khaliq. Begitu pun jalan hidupnya.

Untuk pertama kalinya, Santo muda harus berpisah dengan keluarganya karena harus melanjutkan studi di Yogyakarta. Jiwanya yang benar-benar matang menjadikannya tegar saat harus tinggal jauh dari keluarga. Tak ada lagi masakan lezat ibu di meja makan, tak ada lagi gurau dengan sang ayah, tak ada lagi suasana rumah yang selalu hangat.

Sering ia merindukan orang tua dan suasana rumah. Namun semangatnya mencapai cita-cita harus tetap menyala. Toh, rindu ini akan terlampiaskan saat ia liburan nanti. Ditutupnya rapat-rapat segenggam rindu untuk keluarga di Pekalongan.

Selama masa kuliah di kota para intelek ini, ia tak melewatkan kesempatan untuk berorganisasi. Ia sempat bergabung dengan HMI. Namun, ada semacam tarikan kuat yang membuatnya tak bisa membagi hati dengan apa pun termasuk organisasi. Akhirnya ia hanya fokus pada bidang akademik. Akan tetapi, ia juga tak menampik telah mendapatkan banyak pelajaran dan pengalaman berharga dari kehidupan berorganisasinya yang teramat singkat.

Hampir bisa dikatakan bahwa Santo muda mengalami masa-masa menyenangkan semasa menyelesaikan jenjang sarjana mudanya. Berada di jurusan yang memang ia idamkan selama ini membuatnya terus terpacu menempa diri. Di bangku kuliah ini juga ia merasakan pandangan terhadap dunia semakin meluas. Tidak ketinggalan pula perkembangan emosionalnya yang semakin kentara. Semua bersatu padu membentuk pribadinya yang kritis terhadap perkembangan teknologi terutama mesin.

Walaupun Santo muda berada dalam lingkungan yang baru, kecintaannya terhadap buku tidak berubah sedikit pun. Seakan telah mendarah daging dalam dirinya, ia tetap intens membaca buku.

“Tak ada yang berubah dengan kebiasaan saya membaca,” katanya.

Sejak dulu Santo telah menunjukkan kepribadian yang apa adanya. Ia tidak terlalu menyukai sesuatu yang dibuat-buat hanya untuk menyenangkan atau menyinggung orang lain. Ia sedikit mengritik kebiasaan pada penulis di surat kabar komersil yang lebih banyak menggunakan bahasa artifisial. Ia tetap lebih suka membaca buku.

Setelah meraih Sarjana Muda ia segera melanjutkan studi untuk meraih doktoral. Ia dinyatakan lulus tahun 1980 dan bergabung dengan Unnes di tahun yang sama. Tahun 1986 ia melanjutkan studi S2 di Universitas Negeri Yogyakarta dan lulus dua tahun kemudian. Dilanjutkan dengan studi S3 di Unair tahun 1996 bidang ilmu kedokteran kerja. Santo menyabet gelar S3 pada tahun 2000.

Dalam disertasi yang disusunnya ia mengelompokkan manusia menjadi tiga jenis. Pertama tipe picnik yakni mereka yang berpostur tambun. Kedua tipe atletik yang dikenal berpostur proporsional dan ketiga tipe ektomorf atau yang lebih dikenal dengan orang kurus. Ia meneliti tentang kecenderungan masing-masing tipe dan mengetahui tipe mana yang cepat tanggap mengatasi kecelakaan kerja.

Dari data yang berhasil dihimpunnya, masing-masing tipe mempunyai kelebihan dan kelemahan. Tipe picnik cenderung menjadi kaum eksekutif dan lebih sering bermasalah dengan perut karena kebanyakan tipe ini suka makan. Sementara itu tipe atletik cenderung mengedepankan kekuatan fisik dan secara otomatis sering mengalami masalah dengan persendian atau tulang. Tipe yang terakhir disebut tipe ektomorf yaitu golongan orang-orang kurus yang lebih sering mempergunakan kemampuan otak.

Mesin dan Pseudoscience

Ternyata ada bidang ilmu lain yang digemari Santo selain ilmu mesin. Pseudoscience namanya. Masyarakat awam menyebutnya ilmu semu. Pseudoscience dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang digolongkan sebagai temuan ilmiah tetapi dalam perjalanannya tidak terlalu mutlak mengikuti metode ilmiah. Ia meyakini bahwa ilmu yang tergolong pseudoscience sebagian diantaranya akan teruji oleh waktu dan akhirnya dapat diterima sebagai science.

“Contohnya akupuntur. Sekarang akupuntur telah digolongkan menjadi salah satu cabang ilmu yang tidak lagi semu. Dulunya masih sulit diterima secara ilmiah,” terang profesor 56 tahun ini.

Pseudoscience merupakan petualangan ilmu. Santo juga kerap mengajak mahasiswa s3-nya untuk ikut berpetualang dalam ilmu ini. Calon-calon ilmuan seharusnya memang punya pemikiran yang lebih kreatif tentang ilmu.

Jika ditelisik lebih dalam, pseudoscience mempunyai hubungan erat dengan keimanan manusia pada Tuhan dan makhluknya. Di sinilah kepercayaan manusia pada yang Ghaib terlihat. Mungkin akan sedikit membingungkan bagi yang tidak terbiasa mengkaji ilmu agama secara ilmiah. Dan memang ada batasan-batasan tertentu di mana manusia tidak akan sanggup mencerna dengan logika. Namun, di balik misteri alam semesta dan isinya terdapat penjelasan yang luar biasa dari Sang Pencipta. Bukankah ini bukti keterbatasan manusia dan betapa Tuhan memang Maha Tak Terbatas?

“Allah sudah memberi begitu banyak penjelasan dalam Al Quran jika saja manusia mau mengkajinya,” katanya.

Dan benar saja dia menunjukkan beberapa ayat yang menyinggung hal tersebut. Ia mengambil contoh adanya guratan di bulan yang menandakan pernah terbelah. Sebagai seorang yang beriman pada Allah Swt ia menghubungkannya dengan tarikh yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah membelah bulan di hadapan pada sahabat dan kaum kafir Quraisy untuk menunjukkan kekuasaan Allah. Walaupun pada akhirnya masih saja ada kaum kafir yang justru menuduh Muhammad sebagai penyihir. Kisah ini termaktub dalam surat Al Qamar ayat 1-2.

Dalam sebuah laporan NASA memang pernah menyebutkan bahwa ada semacam guratan di permukaan bulan yang hampir mengitari bulan. Beberapa pihak mengklaim ini sebagai ngarai yang ada di bulan. Dan beberapa pihak percaya guratan ini sebagai bekas belahan. Ahli geologi juga menyatakan bahwa guratan ini tidak mungkin ada jika bulan tidak pernah terbelah dan menyatu kembali. Mengenai bekas guratan yang tidak melingkar para ahli menyebutkan kemungkinan bekas guratan yang tertutup debu sehingga tampak menghilang.

Santo juga meyakini bahwa beberapa pseudoscience akan segera dapat dibuktikan. Misalnya saja mengenai ufologi, teori Hollow Earth, dan adanya alien. Sebagai seorang muslim ia percaya bahwa keberadaan alien telah termaktub dalam kitab suci Al Quran. Menurutnya, manusia juga merupakan alien karena dulunya manusia berasal dari surga. kebenaran ini semakin terbukti dengan diragukannya teori Evolusi yang menyatakan bahwa dunia dan isinya muncul dengan sendirinya.

Dalam sebuah penelitian asal usul DNA manusia, Francis Crick yang juga seorang penemu double helix DNA menyatakan bahwa manusia tidak mempunyai unsur bumi. DNA manusia justru mengandung unsur yang jarang ada di bumi. Dan tidak mungkin manusia datang secara tiba-tiba dari suatu tempat di luar bumi karena dapat dipastikan wujudnya akan hancur. Kesimpulannya, manusia sengaja dikirim ke bumi dengan sistem transportasi yang luar biasa.

Tentu saja jika dikaitkan dengan kisah ribuan tahun yang lalu tentang pengusiran Adam dan Hawa dari surga misteri ini menjadi semakin jelas. “Lagi-lagi, Al-Quran membuktikan kebenarannya.” *

Rahmat Petuguran adalah pemimpin redaksi PORTALSEMARANG.COM. Selain aktif di dunia jurnalistik, ia juga aktif menjadi peneliti bahasa. Sebagai peneliti bahasa ia menekuni kajian sosiolinguistik dan analisis wacana. Kini sedang melanjutkan studi di Program Doktor Ilmu-Ilmu Humaniora (Linguistik) Universitas Gadjah Mada.

Continue Reading
1 Comment

1 Comment

  1. Handoyo

    August 13, 2016 at 2:31 pm

    wah….. makin bangga menjadi mahasiswanya pak prof santo, walaupun terkadang merasa lucu dengan sikap pak prof

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending