Penulis : Jailani Hayyan
Semenjak wabah virus pandemi covid-19 menginfeksi banyak warga Indonesia terutama yang di pulau jawa, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan WFH (Work from Home) atau bekerja dari rumah. Mulai dari bekerja, beribadah, dan sampai belajar pun harus dilakukan dari rumah.
Oleh karena itu banyak instansi pendidikan di perguruan tinggi mengeluarkan kebijakan mengenai pembelajaran daring atau kuliah online. Selama perkuliahan daring tersebut, mahasiswa dan dosen diminta untuk melakukan pembelajaran menggunakan aplikasi seperti zoom, googleclassroom, dan lainnya. Lantas, apakah sejauh ini perkuliahan secara daring sudah berjalan efektif?
Sampai saat ini, banyak mahasiswa yang mengalami berbagai kendala dalam menjalani kuliah online. Seperti kesulitan mengakses jaringan, mahalnya harga kuota internet untuk menunjang perkuliahan daring, sampai perkuliahan daring berasa seperti tugas daring. Hal ini dikarenakan setiap mahasiswa menghadapi lingkungan yang berbeda-beda di tempat tinggal mereka masing-masing.
Seperti yang terjadi sekarang ini bahwa praktik yang ada di lapangan sangatlah menyudutkan mahasiswa, baik secara jasmani maupun secara rohani. Hal ini bisa diamati secara jelas bagaimana mahasiswa harus berjuang habis-habisan untuk mengikuti setiap perkuliahan yang diadakan dosen mereka masing-masing. Mulai dari dosen yang mengharuskan mahasiswanya menanggapi salam sebagai bukti presensi sampai dosen yang selalu memberikan tugas di setiap pertemuannya.
Dosen seharusnya melakukan kegiatan pembelajaran daring sesuai dengan situasi dan kondisi mahasiswanya apalagi ada mahasiswa yang kesulitan akan jaringan internet. Begitu juga dengan kampus, seharusnya memberikan kebijakan subsidi kuota kepada mahasiswa. Karena mahasiswa sendiri tidak menggunakan fasilitas kampus dalam proses perkuliahan secara daring. Kebijakan itu juga akan membantu mahasiswa untuk tetap diam dirumah agar tidak keluar hanya sekedar mencari koneksi wifi untuk kuliah.
Seperti halnya kampus UNNES yang akhir Maret kemarin telah memberikan subsidi kuota selama 1 bulan bagi mahasiswanya sehingga dapat menunjang perkuliahan secara daring dengan baik. Dengan begitu mahasiswa tidak perlu lagi keluar rumah hanya untuk mencari koneksi wifi.
Namun masalah tidak teratasi sampai disitu, sejauh ini perkuliahan daring dinilai hanya sebatas pemberian tugas secara online dan tidak ada penyampaian materi dari dosen ke mahasiswa. Seakan-akan, dosen tidak punya inisiatif untuk membuat kelas perkuliahan daring menjadi menarik dan malah membuat mahasiswa menjadi terbebani.
Ade Kusmana (2011:48) menyebutkan konsekuensi dalam pelaksanaan e-learning. Salah satunya adalah Independent Learning yang artinya peserta didik memiliki kebebasan untuk menentukan kapan, dimana, dan bagaimana mereka belajar.
Seharusnya kuliah online menjadi kegiatan yang menyenangkan dan efektif dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan kuliah online bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Apalagi penggunaan teknologi sekarang menjadi kebutuhan sehari-hari.
Dengan kata lain, semua elemen telah ditunjang oleh adanya teknologi. Dosen dan mahasiswa dapat bertemu secara virtual. Namun, pernyataan tersebut nyatanya hanya berlaku di daerah yang terjangkau oleh jaringan.
Azhar Arsyad (2013:31) mengatakan pemanfaatan e-learning juga memiliki kekurangan salah satunya dari sisi kebutuhan investasi jaringan. Untuk dapat mengoptimalkan e-learning dibutuhkan dukungan jaringan yang tepat dan stabil.
Bagi mahasiswa yang tinggal di daerah-daerah terpencil, masalah jaringan menjadi masalah yang besar bagi mereka. Mereka tentu takut apabila tidak mengikuti perkuliahan karena terkendala jaringan, nilai mereka akan turun dan bisa jadi mengulangi perkuliahan tersebut.
Dari sini dapat dipahami bahwa problematika kuliah online merupakan masalah bersama baik itu mahasiswa, dosen, maupun pihak kampus juga harus ikut berperan dalam menanggapi masalah ini. Sebaiknya dosen melakukan perjanjian dengan mahasiswanya mengenai perkuliahan daring harus bagaimana dan apa solusi terbaik ketika ada salah satu mahasiswanya yang terkendala dengan masalah tertentu.
Begitu juga dengan pihak kampus yang belum memberikan subsidi kuota perlu melihat contoh positif dari kampus yang sudah memberikan subsidi kuota, karena ini sangat berpengaruh terhadap proses perkuliahan daring. Dosen seharusnya juga mempertimbangkan tugas yang akan diberikannya kepada mahasiswanya, karena akan sangat berdampak buruk pada psikis mahasiswa. Bisa bisa mental mereka down dan akhirnya menjadi stres.
Oleh karena itu, semua elemen harus mulai berbenah diri dari sekarang, agar proses perkuliahan daring kedepannya dapat berjalan dengan baik. Dan semoga situasi dan kondisi saat ini dapat pulih kembali dengan cepat. Sehingga pada akhirnya semuanya akan berjalan normal dan lebih baik lagi.
Jailani Hayyan
Opini ini merupakan hasil belajar peserta mata kuliah jurnalistik Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNNES.
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira9 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Lowongan10 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira9 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus13 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim