News
Harmoni Suara, Harmoni Karakter: Saat Paduan Suara UNTAG Semarang Tak Lagi Sekadar Pengisi Acara Wisuda
Moh. Muttaqin, dkk.
Dosen Program Studi Pendidikan Seni Musik FBS UNNES
Di banyak universitas, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Paduan Suara sering kali
identik dengan satu hal: pengisi acara formal. Peran mereka krusial dalam seremoni
seperti wisuda atau pengukuhan guru besar, namun sering kali berhenti di situ. Inilah
realitas yang dihadapi UKM Paduan Suara di Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG)
Semarang. Meskipun menjadi wadah pengembangan diri di bidang seni vokal ,
potensinya yang jauh lebih besar—sebagai kawah candradimuka untuk pengembangan
soft skill dan pendidikan karakter—dirasa belum optimal.
Padahal, di era modern yang menuntut lulusan perguruan tinggi tidak hanya mumpuni
secara akademik tetapi juga secara karakter, soft skill menjadi kunci. Kemampuan
seperti disiplin, kerja sama tim, kepemimpinan, tanggung jawab, dan komunikasi
efektif adalah modal utama untuk sukses di dunia kerja. Seni paduan suara, pada
hakikatnya, adalah latihan kolektif yang sarat akan nilai-nilai tersebut.
Menyadari kesenjangan ini, sebuah tim pengabdian dari Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Negeri Semarang (UNNES) turun tangan. Dipimpin oleh Dr. Moh.
Muttaqin, M.Hum., bersama tim yang terdiri dari Kusrina Widjajanti, S.Pd., M.Α.,
Sugiyanto, S.Sn., M.Sn., Kidung Sukma Asmarani, M.Pd., dan Srianto, S.M., mereka
menggagas program pemberdayaan. Tujuannya ambisius namun terukur:
mentransformasi UKM Paduan Suara UNTAG dari sekadar pengisi acara menjadi
sebuah program terstruktur yang mampu meningkatkan kualitas vokal sekaligus
menanamkan nilai-nilai karakter kuat.
Mendiagnosis Akar Masalah
Sebelum melakukan intervensi, tim Pengabdian UNNES melakukan diagnosa
mendalam melalui survei, observasi, dan wawancara. Temuan mereka mengonfirmasi
adanya beberapa permasalahan mendasar.
Pertama, kegiatan latihan masih bersifat “insidental”. Belum ada jadwal rutin yang
berkesinambungan, membuat pembinaan tidak konsisten. Ironisnya, hasil survei
menunjukkan bahwa antusiasme mahasiswa sebenarnya sangat tinggi. Masalahnya
bukan pada minat, melainkan pada manajemen yang belum sistematis.
Kedua, tidak ada panduan yang jelas. Belum tersedia modul pelatihan yang secara
spesifik mengintegrasikan teknik vokal dengan pendidikan karakter. Ketiga, fokus
kegiatan belum diarahkan pada penguatan soft skill. Aspek-aspek krusial seperti
kepemimpinan, kerja sama tim, dan kedisiplinan belum menjadi target capaian yang
eksplisit.
Terakhir, ditemukan adanya kelemahan dalam strategi regenerasi pengurus UKM,
yang mengancam keberlangsungan kegiatan di masa depan.
Intervensi Berbasis Karakter: dari Modul hingga Mentoring
Berbekal data tersebut, tim pengabdian UNNES merancang intervensi yang sistematis.
Langkah pertama adalah menyusun “senjata” utama: sebuah modul pelatihan baru.
Modul ini dirancang khusus untuk mengawinkan dua dunia: teknik vokal dan
pendidikan karakter.
Di satu sisi, modul ini memuat materi teknis olah vokal, intonasi, harmonisasi,
pernapasan, dan artikulasi. Di sisi lain, modul ini secara eksplisit menyertakan panduan
untuk pengembangan kerja sama tim dan kepemimpinan. Untuk mengatasi masalah
jadwal “insidental” , program latihan kemudian dirancang ulang dengan jadwal rutin
dua kali seminggu.
Pelaksanaan pelatihan dilakukan secara bertahap. Pada sesi vokal, mahasiswa
digembleng untuk menguasai teknik intonasi, pernapasan, artikulasi, dan harmonisasi
suara. Namun, bagian terpenting dari transformasi ini ada pada sesi kepemimpinan.
Mahasiswa tidak hanya dilatih bernyanyi, tetapi juga diberi tanggung jawab langsung.
Mereka didorong untuk mengambil peran sebagai dirigen (konduktor), koordinator
suara, atau bahkan menjadi penanggung jawab acara kecil. Metode ini terbukti ampuh
menumbuhkan tiga hal: rasa percaya diri, kemampuan komunikasi, dan kepemimpinan kolektif.
Proses ini tidak dilepas begitu saja. Tim UNNES melakukan pendampingan intensif
melalui mentoring oleh dosen dan pelatih profesional. Uniknya, setiap sesi latihan
selalu diawali dengan momen refleksi nilai-nilai karakter, seperti pentingnya disiplin
hadir tepat waktu, tanggung jawab terhadap suara kelompok, dan kerja sama tim untuk
mencapai harmoni.
Hasil Signifikan: Angka Berbicara, Karakter Terbentuk
Intervensi terstruktur ini membuahkan hasil yang terukur dan signifikan. Evaluasi yang
dilakukan menggunakan rubrik performa menunjukkan lompatan positif. Aspek
kedisiplinan mahasiswa mencatat peningkatan 30%. Kemampuan komunikasi antar
anggota meningkat 25%, dan partisipasi aktif dalam latihan melonjak 20%.
Program ini tidak hanya sukses secara intangible, tetapi juga menghasilkan luaran
(output) yang konkret. Pertama, modul pelatihan berbasis karakter yang telah disusun,
kini diajukan untuk mendapatkan hak cipta (HAKI). Kedua, UKM Paduan Suara
UNTAG kini memiliki Standard Operating Procedure (SOP) latihan yang baru,
menjamin keberlanjutan program.
Sebagai uji publik atas kemajuan yang dicapai, sebuah konser internal digelar. Konser
ini menjadi bukti nyata adanya peningkatan kualitas vokal sekaligus soliditas tim yang
semakin kuat. Dampaknya pun meluas; tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa anggota
UKM, tetapi juga berhasil memperkuat citra positif kampus UNTAG di hadapan
masyarakat akademik.
Pembelajaran: Mengapa Paduan Suara Efektif?
Keberhasilan program ini, menurut tim pengabdi, dapat dijelaskan melalui beberapa
teori pendidikan. Pertama, pendekatan character-based education (pendidikan
berbasis karakter) membuktikan bahwa pelatihan vokal tidak hanya soal keterampilan
teknis, tetapi bisa membentuk karakter disiplin, tanggung jawab, dan kerja sama.
Kedua, latihan kelompok dalam paduan suara adalah bentuk nyata dari collaborative
learning (pembelajaran kolaboratif). Mahasiswa secara alami “dipaksa” untuk saling
mendengarkan, menghargai perbedaan suara, dan berkoordinasi untuk satu tujuan.
Ketiga, kesempatan memimpin kelompok, seperti menjadi dirigen, menumbuhkan jiwa
kepemimpinan yang sejalan dengan konsep transformational leadership.
Keempat, konser internal berfungsi sebagai experiential learning (pembelajaran
berbasis pengalaman). Pengalaman langsung tampil di depan audiens mendorong
mahasiswa mengelola rasa percaya diri, tanggung jawab kolektif, dan koordinasi tim
dalam situasi nyata.
Pada akhirnya, peningkatan soft skill ini sangat relevan dengan kebutuhan dunia kerja,
yang mendukung temuan para ahli (seperti Heckman & Kautz, 2021) tentang
pentingnya non-cognitive skills (keterampilan non-kognitif) untuk kesiapan kerja.
Tim UNNES menyimpulkan bahwa kegiatan ini berhasil membuktikan bahwa
pendidikan karakter melalui paduan suara efektif menanamkan disiplin, tanggung
jawab, percaya diri, dan kerja sama tim. Program ini menjadi sebuah best practice yang
direkomendasikan untuk direplikasi di UKM-UKM seni lainnya di berbagai perguruan
tinggi.
-
Lowongan10 years agoLowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira11 years agoKalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira10 years agoSMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years agoSembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira11 years agoInilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Kampus12 years agoAkpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Muda & Gembira11 years agoInilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus14 years agoUnwahas – Universitas Wahid Hasyim
