News
Di(e)gital III x WMS 2025, Sajian Lintas Benua Menggemakan Selasar Art Center Undip
Semarang—Selasar Art Center Universitas Diponegoro bermetamorfosis menjadi pusat energi pada Senin, 17 November 2025. Puluhan penonton memadati area sejak sore hari untuk menikmati gelaran Di(e)gital III x WMS, perhelatan seni lintas batas yang menghadirkan kolaborasi kompleks. Mulai dari seniman lokal hingga musisi mancanegara yang menyatukan alunan anti-mainstream yang memuat ritme, narasi, dan identitas budaya.
Sejak pintu registrasi dibuka pukul 16.00, euforia dan suasana selasar kian berubah. Cahaya temaram, instalasi visual interaktif, dentingan suara ambient, dan rintik hujan seakan menghipnotis seluruh mata yang memandang.
Ketika Diftong Art Company membuka panggung dengan perpaduan teater fisik dan elemen digital, para penonton seketika terhanyut. Gerak tubuh yang disertai proyeksi visual menciptakan kesan seolah tak terbatas “Seperti sedang diajak melihat kehidupan sendiri,” ujar salah satu penonton dengan kagum.
Setelah art performance disajikan, penampilan berikutnya adalah Serena, ia tampil membawakan repertoar ciri khasnya. Dengung yang lembut namun tegas membuat ruangan hening sejenak sebelum kembali pecah oleh tepuk tangan panjang sebab mendengar hasil komposisi musiknya.
Tak kalah memukau, musisi asal Bulgaria, Marian Kolev, menghadirkan komposisi eksperimental berbasis suara alam. Alunan yang seolah menghubungkan kesunyian dan kebisingan, membuat para penonton membelalak dan menikmati perjalanan batin yang di dalamnya.
Sementara itu, ada pula Luh Jiwa, grup musik asal Semarang yang berhasil menyajikan lagu-lagu filosofisnya dengan alunan menenangkan nan menggetarkan. Penampilannya seakan menyatu dengan para penontonnya, membuat Luh Jiwa tampil secara organik.
Sebagai penutup dan puncak acara, Di(e)gital III x WMS menutup sajian kolaboratif tersebut dengan tampilan SuaraJiwa. Sajian yang menutup malam dengan lantunan perpaduan musik tradisional dan elektronik yang penuh kehangatan. Seluruh penonton antusias. Ikut bersenandung hingga momen kolektif tercipta begitu lekat.
Animo yang meriah tak lepas dari konsep utama Di(e)gital III, konser kolaboratif musikus lintas benua dalam satu ruang apresiasi. Tanpa batasan bahasa dan genre, panggung menjadi titik temu antara teknologi, tradisi, dan ekspresi personal yang saling menguatkan.
“Terima kasih karena telah memberikan ruang seperti ini untuk seniman. Ini berharga sekali,” ungkap Tsaqiva, vokalis LuhJiwa.

Menjelang pukul 21.00, sorot lampu perlahan meredup, namun energi yang tercipta justru terus menggema di luar gedung. Banyak penonton masih berkumpul, saling berbagi kesan, dan mengabadikan momen di photobooth milik HOKG Studio. Di(e)gital III x WMS membuktikan bahwa segala ragam seni bukan hanya untuk ditonton, tetapi juga untuk dirasakan, dihayati, dan dirayakan bersama.
-
Muda & Gembira11 years agoKalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Lowongan10 years agoLowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira10 years agoSMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years agoSembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira11 years agoInilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Kampus12 years agoAkpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Muda & Gembira11 years agoInilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus14 years agoUnwahas – Universitas Wahid Hasyim
