Kolom
Menjaga Financial Sustainability Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia
Oleh: Nurdian Susilowati
Perguruan tinggi negeri (PTN) di Indonesia menghadapi tantangan kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu cita-cita pendidikan Indonesia pada perguruan tinggi, khususnya pada PTN adalah memiliki PTN berkualitas world class university sehingga mampu berdaya saing global. Oleh karena itu, pemerintah memberikan beberapa tuntutan bahwa PTN perlu: meningkatkan mutu pendidikan tinggi, meningkatkan daya saing riset antarperguruan tinggi, dan menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan pasar atau industri. Namun, amanah UUD 1945, bahwa 20% dari APBN dialokasikan untuk pendidikan (salah satunya perguruan tinggi) belum tercapai dengan maksimal. Kondisi keuangan negara belum mampu memfasilitasi usaha perguruan tinggi dalam memenuhi tuntutan pemerintah, karena terbatasnya anggaran sebagai akibat dari efisiensi yang dilakukan pemerintah dan naik turunnya pendapatan publik/PTN itu sendiri. Tidak hanya itu, pandemi COVID-19 memperburuk laju pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kemampuan fiskal negara, sehingga banyak PTN yang perlu melakukan adaptasi dengan cepat dengan semua kebijakan baru pemerintah sekaligus dengan cepat menyesuaikan prioritas dan mencari sumber pendanaan alternatif supaya kegiatan akademik tetap berjalan.
Latar belakang tersebut semakin memperkuat masalah klasik utama yang dihadapi PTN dalam menjalankan kegiatan akademik dan non-akademiknya, yaitu: ketergantungan yang tinggi pada sumber dana yang berasal dari pemerintah. Sebagian besar PTN di Indonesia masih bergantung pada alokasi dana publik untuk menjaga keberlanjutan operasionalnya. Padahal, PTN perlu menutup biaya-biaya yang setiap tahun mengalami peningkatan, seperti: biaya maintenance dari infrastruktur baik digital maupun non digital kampus, kesejahteraan dosen dan tenaga pendidik, dan peningkatan kualitas riset dan pengabdian masyarakat dosen melalui skena dana hibah. Hal ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan antara supply and demand dari anggaran, sehingga menimbulkan dampak serius terhadap tujuan Indonesia pada perguruan tinggi sekaligus keberlanjutan fungsi universitas sebagai pusat pendidikan, penelitian, dan inovasi. Lebih lanjut, defisitnya anggaran pada PTN yang sedang berkembang dapat menurunkan kualitas layanan akademik dan produktivitas penelitian, bahkan dapat berdampak pada kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Jangka panjangnya, krisis sumber keuangan PTN berdampak pada akses pendidikan tinggi bagi masyarakat di Indnoesia.
Fakta di lapangan tersebut megaskan pentingnya konsep sistem keuangan PTN yang berkelanjutan (financial sustainability). Financial sustainability pada PTN bukan hanya kemampuan PTN bertahan hidup secara ekonomi, tetapi juga kemampuan PTN menjaga keseimbangan antara misi akademik, tanggung jawab sosial, dan efisiensi pengelolaan sumber daya. Peran “pengelola dana publik” yang selama ini menjadi salah satu iko PTN perlu berubah menjadi “pengelola nilai” yang menciptakan dampak ekonomi dan sosial secara simultan pada masyarakat Indonesia. Gagasan ini ditulis untuk meninjau bagaimana sistem keuangan PTN di Indonesia, menganalisis tantangan utama yang dihadapi PTN dalam mengelola keuangan menuju financial sustainability, dan memberikan solusi yang solutif dan konkret sesuai kondisi lapangan dan kebutuhan PTN di tengah-tengah sumber pemerintah yang semakin menantang.
Sistem Keuangan PTN di Indonesia Saat Ini
Terdapat tiga bentuk kelembagaan utama PTN di Indonesia yang menentukan tingkat ekonomi dan fleksibilitas pengelolaan keuangan, yaitu PTN Satker, PTN BLU, dan PTN BH. Ketiganya berada dalam satu kerangka kebijakan pendidikan tinggi nasional, namun berbeda dalam ruang gerak pengambilan keputusan finansial dan kemampuan mengembangkan sumber pendapatan mandiri.
PTN Satker merupakan bentuk paling dasar dan masih umum ditemukan, terutama pada universitas negeri di daerah. Sebagai satuan kerja kementerian, seluruh penerimaan dan pengeluaran PTN Satker harus melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pola ini memastikan akuntabilitas publik, tetapi membatasi kelincahan dalam pengambilan keputusan. Ketergantungan pada jadwal pencairan dan prosedur birokratis membuat banyak PTN Satker sulit beradaptasi dengan dinamika kebutuhan akademik yang cepat berubah. Akibatnya, kegiatan riset dan inovasi sering kali menunggu ketersediaan anggaran, bukan didorong oleh kebutuhan akademik atau peluang kolaboratif yang muncul.
Upaya menjembatani kebutuhan fleksibilitas, PTN BLU memungkinkan universitas mengelola pendapatan sendiri, baik dari jasa pendidikan, riset terapan, maupun kemitraan industri, dan menggunakan dana tersebut secara langsung tanpa menunggu persetujuan panjang dari kementerian. PTN BLU memiliki keleluasaan lebih besar dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran, namun tetap tunduk pada prinsip keuangan publik serta audit ketat. Dalam praktiknya, banyak PTN BLU mulai mengembangkan unit usaha kampus, memperkuat sistem informasi keuangan digital, dan menjalin kemitraan produktif, meskipun inovasi bisnisnya masih terbatas pada kegiatan konvensional seperti penyewaan fasilitas dan pelatihan jangka pendek.
Sementara itu, PTN-BH menjadi bentuk kelembagaan dengan otonomi tertinggi. Status ini memberi universitas kebebasan penuh untuk mengelola aset, membentuk entitas bisnis, mengelola investasi, hingga menjalin kemitraan lintas sektor. Jumlah PTNBH saat ini ada 24 PTNBH. Salah satu tujuan dibentuknya PTN-BH adalah supaya kampus dapat meniru praktik universitas riset kelas dunia yang mampu membiayai sebagian besar kegiatan akademiknya dari sumber nonpemerintah. Namun, otonomi ini juga membawa tanggung jawab besar: universitas harus memastikan financial sustainability tanpa mengorbankan prinsip keadilan dan fungsi sosial pendidikan. Tantangan terbesar PTN-BH terletak pada kapasitas manajerial, tata kelola risiko bisnis, dan upaya menjaga integritas akademik agar tidak tergeser oleh logika komersial.
Meskipun ketiga model kelembagaan tersebut menunjukkan adanya diferensiasi otonomi, struktur pendanaan PTN secara umum masih bertumpu pada tiga sumber utama, yaitu dana pemerintah, dana mahasiswa, dan pendapatan non-akademik. Dana pemerintah, seperti Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), dan hibah riset dari berbagai kementerian dan lembaga donor. Sumber tersebut tetap menjadi tulang punggung sebagian besar universitas. Dana mahasiswa melalui Uang Kuliah Tunggal (UKT) memberikan kontribusi signifikan namun sensitif secara sosial karena berkaitan langsung dengan akses pendidikan. Sementara itu, pendapatan non-akademik, termasuk kerja sama industri, pengelolaan aset, serta pengembangan endowment fund dan inkubator bisnis, masih menyumbang porsi yang relatif kecil dan belum terkelola optimal di sebagian besar PTN.
Tantangan Sistem Keuangan PTN di Indonesia
Meskipun sumber pendanaannya berbeda, universitas negeri di sini memiliki masalah struktural yang membuat sistem keuangan tidak berjalan dengan baik. Pertama, beberapa PTN kurang kreatif dalam merencanakan akademik. Kebanyakan universitas tidak memaksimalkan riset, ide, atau bekerja sama dengan perusahaan untuk menghasilkan uang. Kedua, terdapat kesenjangan yang besar antara universitas besar dan universitas kecil. Universitas-universitas besar seperti UI, UGM, ITB, dan IPB memiliki koneksi, banyak orang pintar, dan reputasi yang baik, sehingga memudahkan mereka mendapatkan pendanaan eksternal. Universitas negeri di luar Jawa biasanya kesulitan mendapatkan mitra, mengelola berbagai hal, dan tidak memiliki ukuran yang sama untuk diajak bekerja sama. Ketiga, beberapa universitas negeri tidak mengelola keuangan mereka dengan baik. Sulit untuk melihat ke mana uang itu pergi karena sistem mereka belum terhubung, dan orang-orang yang bertanggung jawab tidak begitu terampil. Jika mereka tidak mengawasi dengan cermat, uang dapat terbuang sia-sia atau digunakan untuk hal yang sama dua kali. Keempat, ada risiko bahwa pendidikan akan menjadi terlalu berfokus pada menghasilkan uang karena universitas berusaha mencari pendanaan sendiri. Ketika mereka berfokus pada keuntungan, mereka mungkin akan mengesampingkan hal-hal akademis. Misalnya, mereka mungkin berfokus pada mata kuliah yang menghasilkan uang, alih-alih penelitian penting. Hal ini dapat merusak keseluruhan gagasan universitas sebagai tempat belajar dan membantu masyarakat.
Pada dasarnya, struktur keuangan PTN di Indonesia masih mencari titik keseimbangan antara independensi dan pelayanan publik. Perbedaan jenis institusi berarti beberapa universitas memiliki peluang lebih besar, tetapi juga menunjukkan bahwa beberapa universitas lebih mampu menghadapi tantangan ekonomi dibandingkan yang lain. Jadi, memastikan mereka mampu membiayai sendiri bukan hanya berarti menghasilkan pendapatan. Hal ini juga berarti mengubah cara pengelolaannya, menemukan cara baru untuk mendanai berbagai hal, dan memastikan setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Jika mereka tidak mengubah apa pun secara fundamental, universitas mungkin akan terjebak dan bergantung pada dana pemerintah, yang akan menghalangi mereka untuk melakukan perubahan.
Strategi Financial Sustainability PTN di Indonesia
Mewujudkan financial sustainability pada PTN membutuhkan strategi menyeluruh yang mencakup aspek diversifikasi pendapatan, efisiensi tata kelola, penerapan prinsip keberlanjutan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, serta dukungan kebijakan publik yang konsisten. Pendekatan ini menuntut perubahan paradigma dari sekadar manajemen dana menjadi manajemen nilai (value-based financial management) yang menekankan inovasi, kolaborasi, dan akuntabilitas.
- Diversifikasi Sumber Pendapatan
Langkah pertama menuju keberlanjutan finansial adalah memperluas sumber pendapatan agar universitas tidak bergantung pada alokasi dana pemerintah dan kontribusi mahasiswa. Diversifikasi ini dapat diwujudkan melalui optimalisasi endowment fund dan penguatan university holding company, kemitraan strategis dengan industri dan jejaring alumni, serta monetisasi hasil riset dan kekayaan intelektual.
Optimalisasi Endowment Fund dan University Holding
Banyak universitas besar di seluruh dunia mempertahankan standar akademik mereka karena memiliki dana abadi yang dikelola dengan baik. Perguruan tinggi negeri di Indonesia harus meniru hal ini dengan memastikan dana abadi universitas mereka memiliki landasan hukum yang kuat dan dikelola dengan baik. Dana ini dapat berasal dari sumbangan alumni, kegiatan amal, dan kemitraan jangka panjang dengan organisasi swasta dan pemerintah daerah. Jika dikelola secara terbuka dan diinvestasikan dalam opsi berisiko rendah, dana tersebut dapat memberikan imbal hasil yang stabil untuk mendukung penelitian, beasiswa, dan fasilitas yang lebih baik. Selain itu, pembentukan perusahaan induk universitas dapat menjadi cara cerdas untuk menyatukan berbagai unit bisnis kampus di bawah sistem profesional. Perguruan tinggi negeri berstatus BLU atau BH memiliki peluang besar untuk mengembangkan perusahaan induk yang mencakup kewirausahaan mahasiswa, pusat pelatihan, lembaga sertifikasi, dan produksi inovasi teknologi berbasis riset. Namun, pembentukan perusahaan induk membutuhkan pengawasan yang kuat agar tidak menjadi entitas komersial yang melupakan misi akademisnya.
Kemitraan Strategis dengan Industri dan Jejaring Alumni
Melibatkan industri sangat penting untuk memaksimalkan kemampuan universitas dalam menghasilkan uang. PTN dapat bekerja sama dengan melakukan riset yang bermanfaat di dunia nyata, mendanai proyek bersama, menyelenggarakan program magang, mengundang dosen praktisi dari dunia usaha atau industri, atau sekadar sharing knowledge. Hal ini tidak hanya memberikan lebih banyak dana bagi universitas; tetapi juga membuat mata kuliah mereka lebih relevan dan memberikan lulusan pilihan pekerjaan yang lebih baik. Alumni perguruan tinggi juga memiliki peran yang signifikan. Alumni dapat sangat membantu dalam membangun dana abadi dan mendapatkan akses ke dunia profesional serta sumber dana baru. Agar kemitraan ini berhasil, universitas membutuhkan tim hubungan eksternal yang profesional, yang memahami bidangnya, berfokus pada layanan, dan memahami cara kerja dunia bisnis. Universitas perlu menganggap diri mereka lebih dari sekadar sekolah. Mereka harus menjadi pusat pengetahuan yang menawarkan ide-ide baru kepada masyarakat dan bisnis.
Monetisasi Hasil Riset dan Kekayaan Intelektual
Salah satu cara yang memungkinkan universitas menghasilkan uang selain dari bantuan pemerintah adalah dengan memanfaatkan hasil riset dan kekayaan intelektual. Banyak riset profesor yang tdak hanya dipublikasikan, tetapi bisa diolah menjadi produk, lisensi teknologi, atau paten yang bernilai. Universitas negeri dapat mendirikan kantor transfer teknologi untuk membantu menyebarkan riset, melindungi kekayaan intelektual, dan menjalin kemitraan dengan dunia usaha. Pendekatan ini telah berhasil di universitas-universitas seperti ITB dan UGM, yang telah mendirikan inkubator bisnis dan taman sains.
Kegiatan Income Generating sebagai Pilar Pendapatan Mandiri
Prof. Amir Mahmud, M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Semarang (UNNES), melakukan riset dan menemukan bahwa kegiatan-kegiatan yang menghasilkan pendapatan di banyak universitas masih tersebar dan belum sepenuhnya menjadi bagian dari sistem anggaran universitas. Beliau mengamati 26 program studi, melakukan wawancara, dan memeriksa dokumen. Studi tersebut menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan seperti seminar, konferensi, pelatihan, penyewaan gedung dan laboratorium, penyewaan mobil, dan bahkan konsultasi sains, dapat menghasilkan pendapatan tambahan. Dana tersebut kemudian dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek universitas, merekrut lebih banyak staf, membeli perlengkapan, dan merenovasi ruang kelas dan laboratorium. Prof. Amir juga mengatakan bahwa penting bagi rektor, dekan, kepala pengembangan bisnis, pimpinan program studi, dan manajer laboratorium untuk bekerja sama. Dengan begitu, mereka dapat memantau semua kegiatan yang menghasilkan pendapatan dan melihat perkembangannya. Jika semua orang bersikap terbuka, jujur, dan bekerja sama, universitas negeri sebenarnya dapat menghasilkan lebih banyak uang dan menjadi lebih mandiri secara finansial tanpa mengabaikan tanggung jawab kepada publik.
- Efisiensi dan Transparansi Anggaran
Keberlanjutan keuangan tidak hanya ditentukan oleh seberapa besar pendapatan yang dihasilkan, tetapi juga oleh seberapa efisien dana tersebut dikelola. Universitas perlu menerapkan sistem penganggaran berbasis kinerja (performance-based budgeting) dan analitik keuangan digital (financial analytics) untuk memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan dampak terhadap kualitas akademik dan riset.
Digitalisasi sistem keuangan melalui Enterprise Resource Planning (ERP), e-audit, dan data governance memungkinkan universitas mengintegrasikan seluruh proses administrasi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pelaporan keuangan secara real time. Dengan demikian, kebocoran anggaran dapat diminimalisir dan keputusan finansial dapat diambil berdasarkan data yang akurat.
Transparansi anggaran juga menjadi faktor penting dalam membangun kepercayaan publik. Laporan keuangan universitas sebaiknya mudah diakses oleh sivitas akademika dan masyarakat, disertai mekanisme audit internal yang independen. Praktik open finance seperti ini bukan hanya memperkuat akuntabilitas, tetapi juga menciptakan budaya keuangan yang sehat dan berorientasi pada hasil.
- Penerapan Prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance)
Di seluruh dunia, orang-orang mulai mengaitkan keamanan finansial dengan hal-hal seperti ramah lingkungan, memiliki tanggung jawab sosial, dan menjalankan segala sesuatunya dengan benar. Perguruan tinggi harus memimpin dengan menemukan cara untuk mendanai kampus hijau dan mengalokasikan dana untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat. Salah satu cara untuk mendanai proyek hijau adalah dengan menghemat energi, mengelola sampah dengan baik, dan membangun gedung ramah lingkungan. Pemerintah atau kelompok internasional dapat membantu dalam hal ini. Sekolah juga dapat memperoleh dana untuk proyek sosial dan pendidikan dengan bekerja sama dengan bisnis, badan amal, dan masyarakat. Environmental, Social, and Governance juga berarti menjalankan segala sesuatunya secara adil dan jujur. Setiap keputusan keuangan yang dibuat sekolah harus mempertimbangkan bagaimana hal itu akan memengaruhi siswa, guru, staf, dan masyarakat. Jadi, keamanan finansial sekolah bukan hanya tentang angka, tetapi juga tentang bagaimana hal itu membantu lingkungan dan masyarakat.
- Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola Keuangan
Supaya perubahan keuangan kampus benar-benar berhasil, pihak-pihak yang mengelola keuangan perlu meningkatkan kinerjanya. Para pemimpin universitas, dekan, dan staf keuangan harus mendapatkan pelatihan dalam mengelola keuangan dengan baik, sehingga mereka dapat mewujudkan ide-ide besar tentang keuangan berkelanjutan menjadi rencana nyata. Selain itu, pembentukan Pusat Inovasi Keuangan Kampus dapat sangat membantu menemukan cara-cara baru untuk mendanai berbagai hal. Pusat ini dapat melakukan studi tentang kebijakan keuangan untuk pendidikan tinggi, menciptakan perangkat investasi sosial, dan membantu universitas berbagi ide-ide cemerlang. Orang-orang yang ahli dalam pekerjaannya dan mampu berpikir kreatif sangat penting bagi universitas untuk menangani masalah pendanaan di masa mendatang..
- Kebijakan Publik ke Depan
Terakhir, dukungan pemerintah masih menjadi kunci untuk menyeimbangkan independensi universitas dan kewajibannya kepada publik. Pemerintah perlu membuat rencana pendanaan yang menghargai hasil, mendorong sekolah untuk menjadi efisien dan kreatif tanpa membebankan biaya yang berlebihan kepada mahasiswa. Rencana ini harus menilai sekolah berdasarkan seberapa baik kinerja mahasiswa, seberapa bermanfaat penelitian mereka, dan bagaimana mereka membantu masyarakat, bukan hanya berdasarkan jumlah mahasiswa atau dokumen yang diperlukan. Selain itu, keringanan pajak diperlukan untuk mendorong sekolah dan bisnis bekerja sama, seperti pemotongan pajak bagi perusahaan yang membiayai penelitian sekolah atau memberikan beasiswa. Dukungan semacam ini akan memperkuat kemitraan dan menciptakan siklus di mana sekolah dan bisnis saling membantu. Di masa depan, seberapa baik pendanaan pendidikan tinggi tidak akan bergantung pada berapa banyak uang yang diberikan pemerintah, tetapi pada apakah pemerintah dapat menciptakan cara-cara baru, terbuka, dan adil untuk membiayai berbagai hal. Dengan melakukan semua hal ini, PTN mampu menemukan berbagai cara untuk menghasilkan uang, mengelola berbagai hal dengan lebih baik, menggunakan prinsip-prinsip ESG, meningkatkan keterampilan staf, dan memiliki kebijakan pemerintah yang fleksibel, dengan bagitu universitas negeri di Indonesia dapat membangun basis keuangan yang langgeng tanpa kehilangan identitas mereka sebagai sekolah negeri yang terbuka untuk semua orang dan berfokus pada manfaat bagi masyarakat.
Penutup
Financial Sustainability pada PTN bukan hanya tentang bertahan saat keuangan terbatas, melainkan tentang menemukan titik optimal di mana PTN mandiri secara finansial, bertanggung jawab kepada masyarakat, dan berpegang teguh pada nilai-nilai akademis mereka. Di Indonesia, hal ini lebih rumit karena universitas harus melakukan semuanya sendiri. Mereka seharusnya terbuka untuk semua orang, tetapi juga dijalankan seperti bisnis yang pandai mengelola keuangan, cepat beradaptasi, dan dapat bersaing dengan universitas di seluruh dunia.
Untuk mencapainya, PTN perlu mengubah banyak hal dan berhenti hanya bereaksi terhadap masalah keuangan. PTN perlu menjadi lebih maju dan fokus pada hal-hal penting. Tidak cukup hanya menunggu dana pemerintah atau membebankan biaya lebih kepada mahasiswa. Universitas perlu menemukan cara-cara baru untuk menghasilkan uang yang berkelanjutan. Hal-hal seperti dana abadi, kepemilikan universitas, bekerja sama dengan perusahaan, dan menghasilkan uang dari penelitian adalah langkah awal yang baik. Namun, jika mereka tidak memiliki aturan yang jelas, orang-orang yang terampil, dan cara untuk memantau berbagai hal dan tetap bertanggung jawab kepada publik, mereka dapat dengan mudah kehilangan arah.
Sebuah studi oleh Prof. Dr. Amir Mahmud dari Universitas Negeri Semarang menunjukkan bahwa menghasilkan uang di kampus benar-benar dapat membantu universitas tetap bertahan, asalkan dilakukan secara adil dan dengan semua pihak bekerja sama. Studi ini mengingatkan kita bahwa universitas tidak harus menjadi seperti bisnis untuk mencapai kemandirian finansial. PTN hanya perlu memaksimalkan apa yang sudah dimiliki di kampus, baik secara akademis maupun sosial.
Pada akhirnya, mencapai financial sustainability bukanlah tujuan akhir. Itu hanyalah cara untuk memastikan universitas dapat terus melakukan apa yang seharusnya PTN lakukan: melindungi budaya kita, menciptakan pengetahuan, dan membantu negara berkembang. Dengan ekonomi yang selalu berubah dan tekanan dari seluruh dunia, universitas yang dapat menyeimbangkan cita-cita akademis PTN dengan ide-ide baru untuk menghasilkan uang akan menjadi kunci untuk menjaga sistem pendidikan kita tetap kuat. Jika PTN memiliki rencana yang baik, dijalankan dengan jujur, dan semua orang di kampus terlibat, universitas negeri Indonesia dapat menjadi mandiri, tidak hanya secara finansial, tetapi juga dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat. (foto: fintechmagazine.com)
Nurdian Susilowati
Mahasiswa Doktor Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Semarang
Dosen Prodi Pendidikan Akuntansi Universitas Negeri Semarang
-
Lowongan10 years agoLowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Muda & Gembira11 years agoKalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira10 years agoSMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years agoSembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira11 years agoInilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Kampus12 years agoAkpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Muda & Gembira11 years agoInilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Kampus14 years agoUnwahas – Universitas Wahid Hasyim
