Connect with us

Mulanya saya mengenal Sendang Mulyana sebagai pemikir bidang kebudayaan. Perkenalan itu  terjadi melalui puluhan tulisan di media massa, yang secara tekun digunakannya unntuk merefleksikan banyak persoalan manusia dan kemanusiaan dari sudut pandang budaya.

Tulisan-tulisan Sendang Mulyana mudah dijumpai di berbagai surat kabar. Ia sendiri menulis secara rutin di halaman “Sang Pamonong” Suara Merdeka. Dari situlah pemikirannya pada bidang kebudayaan bisa ditelusuri.

Namun belakangan, saya mengenai dia juga sebagai guru baca puisi. Kiprah itu ia tunjukkan terutama setelah ia menjadi pengajar di Program Studi Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang. Salah satu mata kuliah yang diampu adalah Ekspresi Lisan Sastra, mata kuliah yang dirancang untuk membantu mahasiswa menjadi mengekspresikan diri dengan cara estetik.

Saat berkesempatan melihatnya mengajar murid-muridnya membaca puisi, tampak bahwa Sendang Mulyana memiliki dua keunggulan sekaligus. Pertama, ia memiliki kemampuan untuk terhubung secara batin dengan puisi dan orang yang diajarinya membaca puisi. Itu tampak pada caranya berdialog dengan puisi dan murid yang diajarinya.

Kedua, ia sendiri terlahir dengan bakat vocal yang baik. Materi suara yang baik memungkinkannya mengkspresikan suasana batin puisi dengan indah. Saya menilai, kemampuan demikian tidak ia miliki hanya melalui proses latihan, melainkan juga berkat bakat alami yang entah bagaimana dianugerahkan kepadanya.

Tentang kemampuannya mengajarkan baca puisi, itu terbukti dari sejumlah pembaca puisi muda yang lahir berkat didikannya.

Saya mengenal pembaca puisi muda bernama Orchida Septiya, juara pertama Pekan Seni Mahasiswa Nasional (Peksiminas) 2017 tangkai baca puisi. Ada juga nama Faoziah Arumi yang juga lahir berkat didikan Sendang Mulyana. Bahkan pada Nana Rikhi Susanti, salah satu pembaca puisi terbaik di Indonesia, ada jejak didikan Sendang Mulyana.

Sementara itu, bakat alamiahnya bisa ditemukan di berbagai kesempatan saat ia membaca puisi.

Saat peluncuran buku puisi Pada Tubuh Tu(m)buh Batu karya Heru Prasetyo di Semarang pada Minggu (30/9) malam, saya menikmati karakter vokalnya yang baik. Ia memiliki keluwesan mengakrabi puisi, menampilkan keakrabannya dalam vokal, ekspresi, dan gerak yang indah.

Sendang Mulyana lahir di Rembang. Konon, ia mulai menghayati puisi ketika masih sangat muda ketika menjadi anggota Teater SS, IKIP Negeri Semarang.

Sempat berkarier sebagai widyaiswara pada Badan Pengembangan Media Pendidikan, ia melanjutkan kariernya sebagai pengajar di Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Event internasional bertajuk “FBS Unnes International Novel Contest”  juga lahir berkatnya. Pada tahun pertama penyelenggaraan event itu, Sendang Mulyana berhasil membuat event itu menjadi sayembara penulisan novel yang berwibawa di tingkat internasional, melahirkan sejumlah sastrawan muda.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending