Connect with us

Tokoh

Manik Maya, Setelah Kilimanjaro Siap Taklukan Elbrus

Published

on

ANGGOTA Mahapala Unnes, Manik Maya, mungkin tidak sabar menunggu 8 Agustus. Hari itu akan  menjadi hari bersejarah bagi dia dan dua kawannya yang tergabung di tim pendakian gunung Elbrus. Mereka akan  terbang dari Semarang menuju Elbrus Rusia untuk menaklukan salah satu gunung tertinggi di dunia itu.

“Tanggal 17 Agustus kami target sudah sampai di puncak,” ujarnya.

Perjalanan Manik ke Elbrus akan menjadi pendakian internasional keduanya. Agustus 2009 silam ia pernah melakukannya ketika bersama dua rekannya mendaki ke puncak Kilimanjaro di Tanzania.

Saat itu ia bersama teman-temannya berhasil mengibar- kan merah putih di puncak setinggi 5895 meter dpl itu.

Manik mengaku, ia tidak pernah berencana mendaki hingga Kilimanjaro dan Elbrus. Awal bergabung dengan Mahapala Unnes, ia pun tidak terlalu suka naik gunung. Saat itu ia bahkan berencana menekuni panjat dinding, salah satu bidang yang diakuinya paling menantang.

“Tapi karena saat seleksi aku terpilih, akhirnya aku berangkat,” ujar mahasiswa Jurusan Geografi Unnes ini.

Diakui, persiapan mendaki Elbrus tidaklah mudah. Apalagi, pada pendakian kali ini ia akan berperan sebagai pendamping bagi dua juniornya, Makrifah dan Miftahul Ulum. Karena itu, jauh-jauh hari persiapan telah merka dilakukan. Selain mengenjot latihan fisik, ia bersama rekan-rekan Mahapala lain sengaja mengikuti bimbingan teknis dari salah seorang dosen ilmu keolahragaan.

“Tahun ini saya terpilih lagi untuk mendampingi. Sebab, saya pernah mendaki di Kilimanjaro. Dan di antara teman-teman yang pernah ke Kilimanjaro, saya satu-satunya yang belum lulus,” tuturnya seraya terkekeh. Dua rekannya ketika ke Kilimanjaro, Ifan dan Bejo, telah wisudah beberapa waktu lalu.

“Seleksi dilakukan sejak 2010. Dari 14 orang diseleksi, terjaring 6, kemudian dilseleksi lagi yang lolos 2 orang, yaitu Makrifah dan Miftahul Ulum. Kalau saya cuma ndampingi,” lanjutnya.

Selain itu, lanjut Manik, ia ditugaskan mendampingi lantaran pernah mengalmi moundsidness saat mendaki di Kilimanjaro. Ia muntah-muntah dan merasa sesak napas karena tidak bisa menyesuaikan dengan cuaca setempat.

“Karena saya pernah mengalami itu, saya dinilai lebih siap kalau menghadapi kondisi sulit serupa. Tubuh kita kan punya alat rekam untuk menyesuaikan diri,” katanya.

Cuaca ekstrim Elbrus Manik akui harus diwaspadai. Pasalnya, suhu udara di sana bisa mencapai -10 derajat celcius. Karena itu, baik Manik, Makrifah, maupun Ulum lebih giat mempersiapkan diri. Beberapa bulan terakhir mereka bahkan berlatih makan sehari sekali untuk melatih tubuh.

“Kami juga perlu membiasakan diri makan coklat, karena tidak mungkin bawa nasi saat pendakian,” ujarnya mahasiswa yang telah empat tahun bergabung dengan Mahapala ini.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending