Connect with us

Sebuah kompetisi sepak bola tingkat benua diadakan di Perancis. Kompetisi berlangsung lancar, kemenangan tipis diukirkan, ada yang pemain yang bersinar tetapi ada yang meredup. Pada saatnya, kompetisi akan berakhir. Juara akan tercipta dan piala akan dibawa dengan suka cita.

Bagi para “pelakunya”, kompetisi yang berlangsung biasa-biasa saja itu tetap bermakna. Jutaan euro dari sponsor dan hasil jual hak siar terkumpul, terdistibusikan ke rekening penyelenggara, para wasit, manajer, dan mungkin para pemain.

Sementara belasan kilometer jauhnya, ada jutaan orang yang melibatkan diri dengan menghibahkan waktu pada tengah hingga dini hari di depan layar kaca.

Sementara para “pelaku” mendapatkan uang dalam jumlah besar, sorak sorai, pujian, dan popularitas, orang-orang yang melek tengah malam di depan televisi tak memperoleh satu sen pun. Kalaupun ada imbalan yang bisa diperoleh, lazimnya hanyalah imbalasan psikologis, sesuatu yang kerap disebut dengan kepuasan, kebahagiaan, atau kegembiraan.

Bagi saya, amat sulit untuk memahami mengapa seorang penggemar sepak bola merasakan kebahgaiaan menyaksikan pertandingan sepak bola di layar kaca. Mereka merasakan antusiasme, merasa dirinya terlibat dalam sebuah kompetisi, meski keberadaan mereka mungkin tidak ada yang peduli.

Untuk memahhami kehanjilan itu, mungkin sebaiknya kita mencari tahu kegembiraan dan kepuasaan jenis apa yang dirasakan mereka. Menonton sepak bola jelas bukan kepuasan biologis sebagaimana seseorang menikmati makanan lezat, merasa nyaman dipijit, atau orgasme ketika berhubungan seksual.

Pada jenis kesenangan biologis, kepuasan diperoleh akibat adanya aktivitas tubuh, organ hormonal, yang diterjemahkan secara kognitif sebagai kenikmatan.

Jenis kemikmatanpara peontok sepak bola, saya kira, adalah jenis kenikmatan sosial. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana kenikmatai itu muncul, kita bisa menelusurinya dengan asumsi-asumsi sosiologis.

Kemungkinan pertama, kenikmatan bisa dirasakan penggemar sepak bola karena keterwakilan imajiner antara dirinya dengan subjek yang ditontonnya.

Para penonton sepak bola mengasumsikan adanya jalinan antara dirinya dengan tim yang didukungnya. Asumsi seperti ini bisa muncul jika seseorang itu merasa ada nilai-nilai personalnya yang terepresentasi dalam tim atau pemain pujaannya. Ketika perasaan itu muncul, ada mekanisme pelarian diri (eskapisme) dengan menempatkan dirinya adalah tim atau pemain tersebut.

Sensasi seperti ini mungkin sama dengan yang terjadi ketika seseorang menonton film. Tiap-tiap penonton merasa bahwa dirinya terwakili oleh tokoh tertentu (biasanya pemeran utama protagonis) dalam film itu. Maka, ia turut merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh itu. Ketika si tokoh benrasib malang si penonton akan menangis, ketika si tokoh bernasib baik penonton akan merasa girang.

Kemungkinan kedua, penonton merasakan kenikmatan karena identitasnya terkukuhkan.

Para penggemar sepak bola berusaha membangun identitas tertentu dengan memungut bagian identitas dalam tim atau pemain untuk dilekatkan sebagai bagian dari identitas personalnya.

Sebagaimana identitas bentuk lainnya, identitas sebagai pemuja pemain atau tim tertentu harus terpublikasi agar memperoleh pengakuan dari sebanyak mungkin orang. Semakin banyak orang yang mengakui identitas dirinya, seseorang akan merasa semakin nyaman karena berterima oleh lingkungan. Dari situlah muncul sensasi senang yang berujung pada kenikmatan.

Mekanisme psikologis sosiologis semacam inilah yang membuat penggemar sepak bola berusaha mengidentifikasi diri dengan tim atau pemain tertentu dengan mengadopsi simbol-simbol tertentu. Ada yang mengenakan jersey tim, ada menggunakan foto profil yang identik dengan pemain tertentu, ada pula yang selalu memberikan argumen/analisis mewakili tokoh atau tim pujaannya.

Kemungkinan ketiga, sepak bola mendatangkan kenikmatan karena adanya proses spiritualisasi. Dalam proses ini, seorang penonton berusaha mengonversi hal-hal profan dalam sepak bola menjadi nilai-nilai yang bersifat spiritual. Proses ini akan membuat sepak bola dipahami sebagai sekumpulan nilai yang mulia, agung, dan bermakna dalam kehidupan seseorang.

Selain ketiga kemungkinan itu, ada berbagai kemungkinan lain yang terbuka. Tetapi bukan bagian itu yang menurut saya paling menarik. Yang lebih menarik untuk diulas, saya kira, adalah proses kultural yang membuat industri sepak bola kini berkembang menjadi komoditas yang bernilai ratusan juta dolar.

Pemimpin Redaksi PORTALSEMARANG.COM
 
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Trending