Di saat pembelajaran daring seperti ini banyak orangtua khawatir soal anaknya yang sangat mungkin kecanduan gawai, itu dikarenakan anak-anak nyaris setiap hari berinteraksi dengan gawai atau gadget. Pembatasan screentime akan sangat sulit dan rumit untuk dilaksanakan pada masa pandemi seperti sekarang, karena semua aktivitas mau tidak mau dilakukan secara daring, termasuk belajar. Sisi baiknya anak-anak akan lebih cepat dalam menguasai teknologi zaman sekarang, namun seperti kata pepatah “ Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik ”, karena itulah peran orangtua sangat diperlukan untuk membatasi penggunaan gawai pada anak.
Gawai sebenarnya bukan susuatu yang buruk, yang membuatnya baik ataupun buruk adalah si penggunanya sendiri, jika digunakan sesuai porsi dan proporsinya gawai akan berfungsi sebagai hal yang positif, kebalikannya gawai yang digunakan dengan sembarangan maka itu akan membuat si pengguna menemuai beberapa masalah, salah satunya orang atau lebih khususnya anak bisa saja kecaduan. Ciri anak kecanduan gawai yaitu anak akan merasa malas dan kurang bersemangat kalau tidak berikan keleluasaan untuk bermain gawai, bahkan anak yang kecanduan gawai akan mencuri-curi kesempatan bagaimana caranya untuk memainkan gawai tersebut.
Penggunaan gawai secara berlebihan akan mempengaruhi fisik maupun mental anak. Secara fisik kecanduan gawai dapat mengganggu motorik anak tersebut, itu dikarenakan aktivitas tubuh yang kurangnya dalam kesehariannya. Kecanduan gawai juga dapat menjadikan pola tidur anak menjadi terganggu selain itu penggunaan gawai yang berbasis elektronik yang berlebih tentu akan memberi dampak pada kesehatan mata bagi anak-anak. Masalah kesehatan mental anak yang kecanduan gawai juga tak kalah serius. Dampak mental pada kecanduan gawai pertama pasti adiktif yang berujung anak akan rentan stress, Dilansir dari VOA Indonesia, Sabtu (19/10/2019), ada kurang lebih 200 anak di Jawa Barat yang dirawat di rumah sakit jiwa karena kecanduan gawai .
Hasil dari penelitian tentang “Student Gadget Addiction Behavior in the Perspective of Respectful Framework” oleh Frida Putri Wardhani seorang pengamat pendidikan mengungkapkan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku kecanduan gawai pada anak. Pertama adalah Family Background And History atau Latar Belakang Keluarga, contohnya seperti pembatasan-pembatasan pada anak untuk bermain keluar rumah. Selain itu faktor lainya adalah Chronological/Development Challenges atau Tantangan Kronologis/Perkembangan, salah satu contohnya adalah anak akan sering menggunakan gawai dan online di whatsapp untuk mengobrol dengan teman itu dikarenakan teman-teman si anak tersebut selalu online di whatsapp.
Karena itulah peran seorang orangtua sangatlah dibutuhkan dalam hal ini, pertama orangtua harus mengawasi dan mengecek aktivitas penggunaan gawai anak, kemudian membatasi waktu penggunaan gawainya, namun orangtua juga harus menjadi teladan terlebih dahulu, jangan sampai memerintahkan kepada anak hal yang tidak mungkin orangtua bisa lakukan. Kemudian utuk mendukung itu semua, orangtua perlu mencari alternatif lain bagi anak, karena anak sejatinya butuh bermain. Jika orangtua tidak berfikir menyiapkan alternatif lain dan menganggap gawai lebih murah, maka anak akan terus menerus bermain dengan gawainya. Di titik ini kadang orangtua tidak konsisten, anak tidak boleh bermain gawai tapi orangtua tidak menyediakan alternatif dan ketika anak mau bermain dengan orangtua, mereka menolak dengan mengatakan baru sibuk dan asik dengan gawainya. Bagi anak yang umurnya sudah beranjak remaja, maka buka dialog bersama anak tentang bagaimana penggunaan gawai yang baik, ajarkan pada mereka tentang literasi digital.
Dapat disimpulkan dari masalah yang telah diuraikan di atas, bahwa akar masalahnya kebanyakan terletak pada kurangnya kontrol dari orangtua. Jadi dalam hal ini untuk mencegah agar anak-anak kita tidak kecanduan gawai yang pertama perlu dilakukan adalah orang tua bersedia untuk melihat kedalam dirinya sendirinya dahulu. Orangtua harus berani mempertanyakan apa yang kurang, keliru dan salah dari pola pengasuhan anak yang sekarang ini dia terapkan. Untuk menciptakan lingkungan yang sehat, alihkan perhatian anak dengan memberikan mereka permainan, tantangan, perhatian cinta dan kasih sayang bukan memperkenalkannya pada gawai di usia yang sangat ini ketika otaknya belum sempurna bersambungan. Tapi kalau malas melakukan semua itu, memang itu penyakit yang tidak ada obatnya.
Parenting education menjadi salah satu solusi dan hal yang wajib dipelajari oleh orang tua dalam mengatasi kecanduan gawai pada anak. Parenting merupakan sebuah proses interaksi berkelanjutan antara orang tua dan anak-anak mereka yang meliputi aktivitas-aktivitas seperti memberi makan, memberi petunjuk dan melindungi anak-anak ketika mereka tumbuh berkembang. Khusus dalam konteks ini, parenting yang di maksud terfokus pada hal pemberian petunjuk dan perlindungan anak terhadap penggunaan gawai. Dengan begitu orangtua akan bertambah wawasan dan pengetahuannya dalam hal pengasuhan anak, sehingga diharapan anak bisa terhindar dari kecanduan gawai.
[Diki Wahyudi]
Opini ini merupakan hasil latihan mahasiswa matakuliah jurnalistik dari jurusan Kurikulum dan Tekhnologi Pendidikan FIP UNNES.
-
Muda & Gembira10 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Muda & Gembira9 years ago
Sembilan Kebahagiaan yang Bisa Kamu Rasakan Jika Berteman dengan Orang Jepara
-
Muda & Gembira9 years ago
SMS Lucu Mahasiswa ke Dosen: Kapan Bapak Bisa Temui Saya?
-
Muda & Gembira10 years ago
Inilah 25 Rahasia Dosen yang Wajib Diketahui Mahasiswa
-
Lowongan9 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Kampus11 years ago
Akpelni – Akademi Pelayaran Niaga Indonesia
-
Kampus13 years ago
Unwahas – Universitas Wahid Hasyim