Apa yang terjadi beberapa bulan terakhir?
Pertanyaan di atas mungkin sempat atau bahkan selalu terlintas di benak seluruh pecinta sepak bola tanah air. Pertanyaan yang mungkin tidak tersampaikan ini juga diyakini membuat sebagian besar insan sepakbola maupun penggemar olahraga kulit bundar ini geregetan. Bagaimana tidak, dengan banyaknya talenta talenta dari berbagai penjuru tanah air, kita tidak pernah bisa menemukan 22 pemain yang bisa membawa dan mengharumkan nama bangsa Indonesia ke kancah international.
Sempat dipuaskan dengan tampilnya tim nasional usia 19 tahun sebagai kampiun di piala AFF u 19 2013, Rakyat Indonesia lagi lagi dikecewakan dengan raihan tim nasional mereka yang dijadikan bulan bulanan di ajang Piala Asia usia 19 dan Piala AFF Senior 2014 yang masing masing di selenggarakan di Myanmar dan Vietnam.
Tim nas usia 19 yang sempat melambung namanya berkat torehan juara piala AFF dan prestasinya menjadi juara grup di kualifikasi piala Asia, gagal meneruskan hegemoninya di tingkat yang lebih tinggi. Yang masih segar di ingatan kita adalah kegagalan tim nas senior kita yang harus angkat koper lebih awal di babak penyisihan pada saat mereka terjun ke ajang piala AFF senior beberapa pekan lalu.
Bagaimana dengan tim ini di beberapa turnamen dalam satu atau dua dekade ini?
Jika kita menilik lebih jauh perjalanan tim nasional kita dalam dua dekade ini, mungkin rakyat Indonesia akan lebih bertanya tanya mengapa kegagalan demi kegagalan selalu bernaung di tim nasional dari negara yang berpenduduk terbesar ke 4 di dunia ini.
Padahal dilihat dari banyaknya jumlah penduduk di Indonesia yang mayoritas gemar olah raga terpopuler di muka bumi ini, sangat lah mustahil untuk tidak bisa menemukan 22 anak terbaik bangsa untuk bermain dan berprestasi bagi negaranya.
Namun apa daya, itulah kenyataan pahit yang harus diterima oleh bangsa kita. Rentetan kegagalan mulai dari piala Tiger, Piala AFF, kualifikasi Piala Dunia, dan piala Asia selalu menjadi bogem mentah yang dari tahun ke tahun harus diterima oleh para insan sepakbola negeri ini.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Berbagai pendapat dan alasan mengapa kegagalan kegagalan tersebut selalu nyaman di pangkuan tim nasional harapan negara ini telah ditulis dan di gagas oleh para ahli olahraga 11 lawan 11 ini. Banyak yang berpendapat kegagalan itu dikarenakan adanya ketidak becusan PSSI dalam menjalankan tugasnya. Ada pula yang berpendapat kalau sistem liga di negara kita ini tidak mendukung terciptanya pemain pemain nasional yang berkompeten untuk berkancah di ajang international.
Tak sedikit pula yang menyalahkan mafia sepak bola yang selalu berjudi dan bertaruh untuk memenangkan suatu tim. Namun dari banyaknya pendapat tersebut, tak satupun yang mengarah pada sebuah kegagalan tim talent scouting tim nas yang gagal menyatukan bakat bakat tanah air. Tulisan ini mengajak para insan sepakbola Indonesia untuk mengalihkan kritik dan perhatian pada cara memilih 22 nama pemain untuk mewakili Indonesia di ajang international.
Ajakan ini bukan tanpa alasan karena memang hanya nama nama bintang saja yang selalu mengisi skuat tim nasional kita dari waktu ke waktu. Pemain bintang yang bersinar di klubnya masing masing dan menjadi pujaan di kota dimana klub itu berasal selalu menjadi pengisi skuat tim Indonesia dari masa ke masa.
Lalu apakah metode pemilihan pemain bintang itu salah, jawabanya adalah tidak. Namun kemungkinan para talent scouting tim nasional tersebut harus mulai merenungkan dan mempertimbangkan bahwa sebuah tim solid tidak bisa hanya terbentuk berdasarkan besarnya nama nama pemain yang mengisi setiap lini di dalam tim tersebut. Mereka harus mulai mempertimbangkan segi kecocokan dan tingkat kepahaman antar pemain satu dengan yang lain.
Seperti yang kita ketahui, dalam bermain bola, setiap pemain harus tahu betul karakter, pola permainan, pergerakan dan mentalitas rekan satu tim. Karena dengan tingkat kesepahaman itulah sebuah tim dapat menjelma menjadi tim yang solid, tidak mudah dikalahkan dan memiliki daya saing yang kuat.
Jika dilihat dari sudut pandang penonton, tim yang seperti itu adalah tim yang setiap pemainya mengetahui dan hafal segala gerakan rekan satu timnya di luar kepala. Mereka akan mampu memperagakan umpan umpan dan kerjasama kelas tinggi yang berimbas pada tingginya kualitas permainan tim itu sendiri.
Permainan tersebut tidak akan bisa diperagakan oleh sekumpulan pemain bintang di dalam satu tim yang benar benar tidak paham mengenai apa yang seharusnya dia lakukan dan apa yang rekan satu timnya inginkan dalam memainkan si kulit bundar di lapangan.
Dengan tidak mengenal karakter masing masing pemain tersebut, pemain bintang tersebut tak lain akan menjadi pemain yang serba kebingungan karena merasa kemampuan yang dia punya tidak bisa dikeluarkan. Hal ini lah yang menyebabkan lemahnya tim nasional Indonesia dalam kompetisi internasional.
Adakah contoh yang bisa dibandingkan?
Jika kita secara naif mengambil contoh yang dapat dijadikan acuan dalam memilih pemain, maka tim tim asia tenggara lain seperti Thailand dan Singapura adalah contohnya. Kedua negara tersebut hanya memiliki jumlah penduduk yang sangat kecil bila dibandingkan dengan Indonesia.
Luas negaranya pun hanya sebesar salah satu pulau di Indonesia. Namun, mereka memiliki tim yang sangat kuat setidaknya dalam tingkat Asia Tenggara. Conton lain adalah Jepang, Korea, Italia dan negara kecil namun sukses lainya. Mereka memiliki jumlah penduduk dan luas wilayah yang relatif sangat kecil. Akan tetapi tim sepakbola mereka bisa merajai Asia, Eropa dan dunia.
Apakah kemungkinan solusinya?
Dari contoh di atas, ada satu solusi ataupun saran yang mungkin bisa digunakan untuk memperbaiki tim nasional sepakbola kita. Hal yang dapat kembali meningkatkan asa bangsa Indonesia yang telah lama rindu akan prestasi internasional.
Para talent scouting tim nasional mungkin harus mulai lebih memperhatikan tingkat kekompakan tim dalam memilih 22 anak bangsa ini ketimbang terlalu berpegang teguh pada nama besar mereka. Sebagai contoh, PSSI mungkin bisa menjadikan satu klub di Liga Indonesia yang dinilai sukses di liga nasional dan liga international sebagai kerangka utama tim nasional. Dengan begitu PSSI dan para talent scouternya hanya mencari pemain yang bisa digunakan untuk mengganti posisi pemain asing dan pemain cadangan yang ada di klub berprestasi itu. Contoh riil adalah tim Persipura Jayapura yang menjadi Semi Finalis di Piala AFC atau UEFA nya Asia.
Tim nasional bisa di ambil dari kerangka tim utama Persipura tersebut untuk mewakili Indonesia di ajang Internasional. Sedangkan pemain asing di klub tersebut dan pemain cadangan yang dinilai kurang mendukung tim akan diganti dengan pemain pemain lain dari klub klub di liga Indonesia yang di anggap bisa mendukung tim nasional tersebut.
Hal ini mengingat pemain asing yang tidak dinaturalisasi tidak boleh bermain untuk timnas Indonesia dan juga untuk mengurangi kesenjangan dan kecemburuan daerah daerah lain karena pemain bintang dari klubnya tidak di ikut sertakan.
Dengan kerangka utama dari sebuah tim yang sudah memiliki tingkat kesolidan tinggi tersebut dan didukung dengan pemain pemain bintang pilihan yang bisa menambah daya saing tim tersebut, niscaya daya kompetitif tim nasional Indonesia di ajang internasional akan meningkat dengan pesat. Hal ini dikarenakan setiap pemain dari tim yang akan bertanding tersebut sudah benar benar paham satu sama lain sehingga akan mampu menampilkan pola permainan solid yang akan sangat sulit untuk dikalahkan.
Apakah harapan dan saran anda mengenai masalah ini?
Walaupun hal ini akan menjadi dua mata pisau bagi persepakbolaan nasional dimana banyak daerah akan melakukan protes dan menganggap cara ini tidak adil.
Namun kita patut mencoba eksperimen ini mengingat tim nasional negara negara yang berprestasi hanya menggunakan pemain dari beberapa pulau dari negaranya saja (mungkin karena negara mereka hanya memiliki 2 atau 3 pulau saja secara keseluruhan) sehingga tingkat kepahaman antar pemain menjadi sangat tinggi.
Dengan tingkat kesolidan yang berakar dari tingkat kesepahaman tinggi antar pemain itu, tim tim nasional tersebut mampu menampilkan kemampuan terbaiknya dan menjadi jawara di benua masing masing. Jika hal ini mulai dilakukan di Indonesia, maka dalam waktu dekat kerinduan kita akan gelar internasional akan terobati.