Harjanto Halim
Catatan 8 Harjanto Halim: Daun Ginkgo

Ini hari ke-enam kami di Jepang, menjumpai si Sulung yang tengah liburan. Saya datang bersama Isteri dan si Bungsu. Hari pertama tiba, hari sudah menjelang malam; kami tidak kemana-mana. Hari kedua kami ke Disneyland, hari ke-tiga kami ke kuil Asakusa, hari ke-empat kami mengunjungi ‘Imperial Palace’ bertepatan dengan hari ulangtahun Kaisar Akihito, hari ke-lima kami ke kota Shizuoka, mengunjungi seorang sobat dan keluarganya, hari ke-enam kami mengunjungi 2 universitas.
Besok kami sudah pulang, kembali berpisah dengan si Sulung. Perjumpaan 6 hari yang terasa begitu cepat, meski diawali dengan kejengkelan salah jemput dan salah pesan kamar di hari pertama. Ceritanya begini. Isteri lupa memberitahu si Sulung nomer pesawat dan airport dimana kami bakal mendarat. Akibatnya si Sulung salah menjemput kami di airport Haneda, padahal kami mendarat di Narita. Si Sulung pontang-panting mencari kereta balik ke Narita, dan selama hampir 2 jam kami terkatung-katung menunggu. Saat si Sulung dan seorang teman yang ikut menjemput akhirnya tiba, kami mulai kelaparan. Saya mulai jengkel.
Lalu saat tiba di penginapan, yang dipesan Isteri melalui ‘AirBnB’, yang katanya bisa ‘muat’ 6 orang, ternyata tempatnya hanya sebuah ‘LDK’, living, dining, and kitchen kecil. Kamar mandi dan toilet cuman satu, mau meletakkan koper saja susah. Sungguh ‘too close for comfort’ untuk kami berlima.
“Padahal rating nya bagus…,” gumam Isteri dengan nada gusar.
Belum lagi tadi waktu berjalan dari stasiun menuju ke penginapan, kami melewati beberapa panti pijat dan bar. Nampak orang hitam berkemeja jas berdiri di pintu masuk. Saya tambah jengkel.
Saya tenger-tenger berbaring di atas ranjang; rasanya pengin marah, tapi pada siapa? Isteri menanggapi dengan tenang dan sabar. Ia tersenyum, lalu memanggil si Sulung. Saya menumpahkan kejengkelan pada Isteri dan si Sulung. Isteri tetap tenang. Ia menanggapi semua ocehan saya dengan kepala dingin, suara lembut, dan wajah tak terusik. Kejengkelan saya mereda. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke hotel esok paginya. Saat keluar kamar, si Bungsu mengulurkan sebuah sweater. “From Cicik, Pah…,” ujarnya.
Saya menerima sweater tebal oleh-oleh dari si Sulung sambil mengucap terima kasih. Si Sulung mengangguk. Setelah itu kami minum sake pemberian teman si Sulung; tubuh langsung terasa hangat. Dan malam itu kami tidur nyenyak sekali.
Ini hari ke-enam. Hari-hari berlalu cepat sekali. Kami berjalan menyusuri jalanan di dalam kampus. Beberapa pohon ginkgo tumbuh berjajar. Kebanyakan daunnya telah menguning semua dan rontok. Kemungkinan si Sulung akan meneruskan pendidikannya disini. Saya teringat hari ke-tiga saat kami mengunjungi kuil Asakusa, sebuah kuil tertua di Tokyo. Nampak toko-toko kecil memenuhi kiri kanan jalan menuju kuil, menjajakan suvenir dan kuliner. Mendekati kuil, sebuah hiolo besar berukir kepala naga berdiri tegak di tengah jalan. Asap hio mendesis dan meliuk bagai tarian naga, dikelilingi dan diraup banyak orang yang melangitkan pengharapan. Di depan kuil nampak sebuah pohon ginkgo yang dedaunannya mulai menguning dan rontok. Sinar mentari musim dingin memancar sejuk, menyemburatkan kontour, warna dan bentuk alam dalam detail yang tajam namun tetap bersahaja. Sebuah daun ginkgo jatuh melayang; menimpa bayangan saya yang memanjang di hamparan kerikil. Saya menatap si Sulung yang sedang tertawa riang sambil bergandengan tangan dengan temannya.
“GPA ku kemarin three point nine…,” ujar si Sulung saat kami berbincang di dalam kamar hotel.
Saya tersenyum, lalu berkata, “Papa pernah four-point-o…, sekali…” Suara saya penuh bangga. IP (Indeks Prestasi) saya pernah 4.0 saat kuliah dulu.
Si Sulung melirik mamanya, lalu tersenyum. “Papa four-point-o di universitas…, Mama four-point-o in life…”
HªHŪHÁª. Saya tersenyum kecut. Sebuah kesabaran, sebuah senyuman, selalu berhasil meluruhkan ego – setinggi apapun, meredakan amuk – sebesar apapun. Sebuah daun ginkgo jatuh melayang; menimpa bayangan saya yang memanjang di hamparan kerikil.
Harjanto Halim
Desember 2015
-
Muda & Gembira9 years ago
Kalau Kamu Masih Mendewakan IPK Tinggi, Renungkanlah 15 Pertanyaan Ini
-
Muda & Gembira9 years ago
Inilah 10 Sifat Orang Ngapak yang Patut Dibanggakan
-
Lowongan8 years ago
Lowongan Dosen Akademi Teknik Elektro Medik (ATEM), Deadline 24 Juni
-
Bahasa Indonesia8 years ago
Ditolerir atau Ditoleransi, Menolerir atau Menoleransi?
-
Bahasa Indonesia6 years ago
Membaca Gagasan Sapir-Whorf, Memahami Relativitas Bahasa
-
Muda & Gembira6 years ago
Apa Sih Arti Keluarga Menurutmu?
-
Bursa6 years ago
Susu Formula s26 Apa Kelebihannya?
-
Buku4 years ago
The Art of Thinking Clearly, Ketika Otak Tak Selalu Bisa Diandalkan